SERIKAT RAKYAT MISKIN INDONESIA
Pernyataan Sikap
Hentikan Penggusuran
Warga Srikandi Jatinegara Kaum,
Laksanakan UUPA 1960:
Tanah Untuk Rakyat
Ratusan warga Srikandi, Jatinegara
Kaum, Pulogadung, Jakarta Timur, melakukan aksi dengan mendatangi Balai Kota DKI Jakarta dan Badan
Pertanahan Nasional (BPN), sebagai bentuk protes kepada Pemerintah setempat yang berencana menggusur 140 Kepala Keluarga.
Warga yang tergabung dalam Serikat Rakyat Miskin Indonesia
(SRMI) ini mengkritik kebijakan pemerintah yang selalu membeo kepada kemauan pemodal, sementara mengabaikan jaminan hidup rakyat, yang sejak
tahun 1997 telah tinggal ditempat itu.
Dalam
hal ini, pemerintah bukan saja gagal melindungi dan memenuhi hak dasar rakyat atas
penghidupan yang layak, tetapi juga melegalkan perampasan/penyerobotan tanah
rakyat, yang bukti kepemilikan tanahnya palsu (bodong).
PT. Buana Estate
(Group Probosutejo), merekayasa bukti kepemilikan tanah tersebut, namun dibenarkan
oleh institusi peradilan. Sedangkan rakyat, yang memeiliki bukti sah, dimana
sejak tahun
1998, warga memiliki girik (555),
justru dinyatakan bersalah.
Selain
itu, pemerintah juga mengeluarkan HGB Nomor 123 untuk perusahaan tersebut,
diatas tanah milik rakyat yang seluas 5,5 Hektar. Padahal, pihak Probosutejo dalam proses mendapatkan ijin Hak Guna Bangunan (HGB)
pada tahun 2001, diperoleh dengan praktek suap, yang telah dilaporkan ke KPK.
Praktek
persekongkolan antara pemerintah dan pemodal inilah yang sering disebut Corpotokrasi. Karena itu, kami menilai
bahwa rakyat Jatinegara Kaum adalah korban dari kebijakan Negara, yakni tata-kelola
tanah dibuat untuk kepentingan pemodal (neoliberal).
Pertama,
praktek liberalisasi investasi. Melalui kebijakan Percepatan dan Perluasan Pembangunan
Ekonomi Indonesia (MP3EI)
ala Pemerintahan SBY-Budiono, hanya
merupakan praktek “kolonisasi tanah”, yaitu penyediaan tata-ruang yang lebih
besar buat kepentingan pemodal asing/swasta.
Pengusaha
begitu gampangnya mendapatkan berbagai produk perijin, misalnya ijin bangunan
(HGB), ijin usaha (HGU), penguasaan hutan (HTI), dan sebagainya, sekalipun dilakukan
dengan praktek perampasan tanah rakyat.
Kedua,
penghilangan akses rakyat atas tanah. Praktek ini seringkali dilakukan atas
nama pembangunan atau kepentingan umum, dimana Negara hanya meminta pengusaha
untuk memberikan santunan ganti-rugi yang tidak setimpal, setelah tanah rakyat
dirampas.
Cara Negara dalam mengelolah tanah yang menyingkirkan rakyat dari proses penguasaan dan pemanfaatan tanah
tersebut sama dengan praktek Pemerintah Kolonial Belanda yang merampas tanah
rakyat atas nama Undang-undang (Agraris
Wet) 1870.
Untuk melegalisasi kolonialisasi
tersebut, maka pemerintah membuat berbagai macam produk undang-undang. Misalnya
UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan; UU Nomor 25 tahun 2007 tentang
Penanaman Modal Asing; UU Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan; UU Nomor 2
Tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah, dan sebagainya.
Ketiga, penghianatan terhadap
konstitusi. Jika merujuk
kepada pasal 33 UUD 1945, penggunaan tanah di Indonesia semestinya untuk
kemakmuran rakyat, bukan untuk tujuan profit, namun yang dilakukan oleh
pemerintah sebaliknya, “perdagangan tanah”.
Didalam
UU Pokok Agraria Nomor 5 tahun 1960, tanah juga berfungsi sosial, artinya
kebutuhan rakyat untuk mendapatkan tanah telah dijamin oleh konstitusi. Bahkan
tujuan UUPA 1960, jelas-jelas untuk melindungi yang lemah (rakyat) dari yang
kuat (pemodal).
Dari sebagian
tanah tersebut yang juga merupakan milik atau aset Pemerintah DKI Jakarta, maka
kami menuntut agar Pemda DKI Jakarta tidak tutup mata dan menelantarkan ribuan
jiwa didalamnya. Untuk itu, kami menuntut:
- Laksanakan Pasal 33 UUD 1945 dan UU Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960;
- Hentikan Penggusuran Kamp. Srikandi R007/RW003, Kel. Jatinegara Kaum, Kec. Pulogadung, Jakarta Timur;
- Batalkan HGB 123 PT. Buana Estate (milik Probosutejo);
- Hentikan intimidasi, kekerasan, dan premanisme terhadap rakyat.
Demikian
pernyataan sikap ini kami buat. Ataskerjasama dan solidaritasnya untuk rakyat
kami ucapkan terimakasih.
Jakarta, 20
Maret 2013
Koordianator Lapangan
Edi Satimin
Organisasi
Tergabung:
Partai
Rakyat Demokratik (PRD)
Gerakan
Nasional Pasal 33 UUD 1945 (GNP-33)
