”Kami akan tetap bertahan dan akan mengerahkan warga serta LSM untuk menghalangi pembongkaran, ” teriak warga.
Protes warga dengen berdemo di halaman Kantor Walikota Jl.Raya Kembangan, Senin kemarin , mengikut sertakan wanita, balita dan membawa berbagai poster protes. Ini dilakukan setelah dikeluarkan surat peringatan walikota berturut-turut dan sampai Surat Perintah Bongkar Walikota tanggal 5 Pebruari 2010.
Sekitar 480 KK yang menempati lahan di 3 RT itu tanahnya diklaim H.Awang Bahri bin Oed Karad atas Girik/tanah milik adat terdiri 5 girik C 1003-C889-C 6490-C.1176-C654 yang luas 17.490M2, tanah itu kemudian digarap.
Tahun 1994 ahli waris H.Awang musyawarah dengan warga (penggarap) berturut-turut sampai tahun 2008 bahwa warga/penghuni akan diberikan kompensasi, namun dari 450KK hanya 150 KK yang mengambilnya.
Namun ahli waris masih memberikan kebijakan melalui uang kerohiman yang disesuaikan jenis bangunannnya antara bangunan sederhana Rp 2,5 juta- semi permanen Rp 5 juta dan permanen Rp 10 juta, tapi sampai September 2009 hanya 24 KK yang bersedia.
Bahkan 3 ketua RT 005, Ketua RT 006 dan Ketua RT 007, yang semula menyatakan sepakat lahan yang ditempati warga itu dijual atau dikosongkan kepada pihak lain dicabut dan dibatalkan karena lahan yang ditempatinya merupakan tanah negatra Eigendom 4106 bukan tanah adat, merupakan tanah Kopro Banjir, kemudian tanah milik Pertamina. Dan akhirnya meminta perlindungan ke Walikota Jakarta Barat untuk menertibkannya.
Atas permohonan itu Walikota melakukan penelitian ke kelurahan , Kopro Banjir, demikian juga dari Pertamina dan ke Kantor pertanahan .”Jadi Walikota tidak serta merta mengeluarkan SPB tanpa melakukan penelitian dan kajian panjang terlebih dulu.
“Kita telah teliti data, tanah girik milik H. Awang tercatat di letter C kelurahan,” jelasnya. Saat menerima 10 delegasi warga pendemo. Upaya musyawarah dengan warga untuk membahas permasalahan ini juga sudah ditempuh.
Pemkot Jakarta Barat, sambung Tri, bersedia memfasilitasi permasalahan warga dan akan meresponnya jika warga bisa menunjukan bukti yang menjadi dasar kepemilikan lahan tersebut. “Kami akan bantu, tapi tolong berikan bukti-bukti kepemilikan lahan yang dimiliki warga, dasar apa yang dipunyai. Kasi ke saya, akan saya bantu, tapi kalau tak ada bukti sebagai dasar kepemilikan, bagaimana kami akan membantu?” ucapnya.
Namun setelah diminta keterangan lebih lanjut terkait dari siapa hak garapan itu diberikan, dia dan utusan warga lainnya mengaku tidak mengetahuinya.termasuk surat Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) tidak dapat ditunjukan.
“Kami minta pertimbangan yang obyektif dari Pemkot Jakbar, kasih kami waktu, jangan langsung digusur,” ujarnya.kecewa dan meninggalkan pertemuan sambil berteriak-teriak. (herman/dms)
