BANDUNG, KOMPAS - Sekitar 5.000 buruh di Kabupaten Bandung terancam menghadapi pemutusan hubungan kerja (PHK) karena pabrik tempat mereka bekerja tahun ini menerapkan efisiensi. Hal itu terkait dengan pelaksanaan perjanjian perdagangan bebas ASEAN-China (ACFTA) yang mendorong pabrik domestik sehemat mungkin mengeluarkan biaya produksi agar bisa bersaing dengan produk China yang dijual lebih murah.
Ketua Serikat Pekerja Nasional (SPN) Kabupaten Bandung Rustandi mengatakan, ancaman perdagangan bebas dengan China itu telah tampak dalam catatan triwulan terakhir 2009 hingga Februari ini, yakni dengan pemecatan lebih dari 4.000 pekerja di Kabupaten Bandung.
"Pabrik Fit-U Garment memecat 1.578 buruh, pabrik Adetext 500 buruh, Eresatext 600 buruh, dan Panasia Filament 1.800 buruh sepanjang triwulan terakhir 2009 hingga Februari," katanya di sela-sela unjuk rasa sekitar 300 perwakilan buruh yang tergabung dalam SPN Kabupaten Bandung, Rabu (17/2) di depan Gedung DPRD Kabupaten Bandung.
Sebagian besar buruh yang dipecat itu bekerja di sektor tekstil dan garmen. Hampir 60 persen buruh di Kabupaten Bandung, terutama yang tercatat sebagai anggota SPN sebanyak 16.800 orang, adalah pekerja di pabrik tekstil dan garmen.
Dalam orasinya, Rustandi menuntut pemerintah daerah tidak tinggal diam melihat kondisi perburuhan di Kabupaten Bandung. Buruh menuntut DPRD dan pemda agar mendesak pemerintah pusat untuk menunda pelaksanaan perdagangan bebas dengan China tersebut.
"Saat ini Indonesia belum siap dengan perdagangan bebas melawan China, terutama karena infrastruktur ekonomi yang masih lemah, antara lain kurangnya perlindungan kepada buruh hingga soal listrik yang byarpet," katanya. Tidak mungkin
Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia Jawa Barat Ade Sudradjat berpendapat, perdagangan bebas dengan China tidak mungkin dibatalkan. Salah satu hal yang bisa dilakukan adalah menukar pos tarif yang bea masuknya dibebaskan.
Saat ini ada 1.017 pos tarif bagi barang-barang yang masuk ke dalam negeri. Bea masuk 828 pos di antaranya sudah dibebaskan. Masih tersisa sekitar 200 pos lagi, yang sesuai dengan kesepakatan, bea masuknya harus bebas pada 2012-2015. "Pemerintah bisa mengajukan penukaran waktu pembebasan pos tarif yang dinilai masih penting bagi Indonesia, semisal pos tarif barang tekstil dan garmen," katanya.
Jika perdagangan bebas dengan China dilakukan sesuai dengan jadwal, Ade memperkirakan ada sekitar 30.000 buruh di Jabar yang kehilangan pekerjaan karena pabrik tempat mereka bekerja bangkrut. "Sekitar 50 pabrik tekstil bisa tutup karena bangkrut," katanya. (REK)
Di Posting Dari Kompas Cetak