Oleh: Gede Sandra*)
Senin (01/02/2010) kemarin, memanfaatkan momentum tingginya tensi politik nasional akibat lambannya penuntasan Skandal Century dan ancaman nyata CAFTA kedepan, Surya Paloh (SP) bersama sejumlah (44) tokoh negarawan, politisi, akademisi, dan budayawan yang selama ini berada pada garis oposisi pemerintahan SBY mendeklarasikan berdirinya sebuah ormas nasional yang bernama Nasional Demokrat, yang sering disingkat ND ataupun Nasdem. Disaksikan oleh sepuluhan ribu massa rakyat "bayaran" yang memadati gedung Istora Senayan Jakarta, SP sontak berhasil membuat seluruh pemirsa politik di Indonesia bertanya-tanya. Apakah ini jawaban, atau taruhan?
Jika adalah jawaban, maka kita sebaiknya lebih jeli menilai isi organisasi Nasdem. Di dalamnya ada ajaran Tri Sakti Bung Karno, ini mungkin yang membedakannya dari Demokrat yang "tidak nasionalis" pimpinan SBY. Berkumpulnya ke 45 (cat: angka 45 untuk mengingatkan ke sejarah kolektif bangsa tahun 1945) tokoh nasional intra dan ekstra parlemen berbalut jas biru laut, disaksikan para guru bangsa, memiliki daya tarik tersendiri bagi person-person politik yang sedang menjadi partisan ataupun non-partisan di dalam dan luar negeri. Orasi politik SP yang (hendak) menyerupai gaya berpidato Bung Karno dalam panggung yang dikemas layaknya rapat akbar, mau tidak mau akan mengembalikan ingatan kolektif akan kejayaan politik Indonesia di tahun pra Orde Baru. Memang bukan tanpa sebab juga MetroTV terus menyiarkan tayangan sejarah terbentuknya nasion Indonesia di samping berita politik aktual seputar oposisi. Hanya tinggal kita menunggu manuver konkret Nasdem ini mewujudkan front nasional yang sedang kita tunggu bersama.
Yang paling gerah atas manuver SP tentu tak lain adalah Presiden SBY. Di tengah pemerintahannya yang baru berusia 100 hari, di tengah kabinetnya yang sedang rapuh karena unsur Mafia Berkeley sedang dijadikan musuh bersama oleh gerakan politik mainstream, muncul tiba-tiba sebuah organisasi massa yang mirip penampilannya dengan partainya, Partai Demokrat. Bagi SBY, tentu ini adalah ancaman- siap-siap saja 70an juta pendukung (angka yang sering kubu Demokrat klaim) yang agak ideologis/nasionalis akan beralih ke Nasdem. Atau nanti malahan terbongkar sejatinya kepada publik, bahwa Demokrat memang tidak memiliki kader solid!? Karena itulah, maka untuk kali ini SBY harus diwanti-wanti agar tidak panik lagi di depan publik (jangan sampai seperti kasus kerbau). Kepanikan hanya akan menguntungkan eksistensi Nasdem. Maka, untuk menunjukkan "betapa santainya" kubu SBY, dibuatlah siaran televisi 60 Menit Bersama SBY yang disiarkan RCTI dari Istana Cipanas yang sejuk dan tenang.
Berbeda sekali jika kita hanya menilai Nasdem ini, yang lambangnya mirip MetroTV ini hanya taruhan terakhir (ada isu MetroTV terancam bangkrut seperti TPI) SP sebagai politisi sekaligus raja media. Setelah kalah besar, dihabisi oleh Ical di Munas Golkar tahun lalu, tentu SP berharap separuh atau kalau bisa seluruh modalnya dikembalikan SBY. Setelah itu semuanya akan adem ayem lan tenterem lagi seperti sedia kala. Apalagi jika kasak kusuk Century Gate melunak dan kemudian menghilang, sementara penderitaan nyata rakyat akibat CAFTA terus bertambah panjang deretannya. Lagi-lagi kuldesak politik Indonesia terbentur pada ujung dinding transaksional.
Namun, siapa juga yang tahu kalau SP bertaruh lebih besar lagi dengan kekuatan Cina? Only Heaven knows.
*) Pengurus DPP Papernas dan Anggota Eksekutif Nasional Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND)