SEMARANG, Berdikari Online- Sedikitnya 700 aktivis Partai Rakyat Demokratik (PRD) di Semarang, Kamis (28/1) melakukan aksi massa untuk merespon 100 hari pemerintahan neoliberal SBY-Budiono.
Selain menggelar orasi politik secara bergantian, mereka juga membuat sebuah panggung seni kerakyatan untuk menyemangati perjuangan rakyat. Beberapa orator naik ke panggung menyampaikan pidato politik, meneriakkan yel-yel perjuangan, dan mengeritik pedas pemerintahan neoliberal SBY-Budiono.
Menurut Koordinator aksi, Sunu Wiwid Fajar, selama lima tahun plus 100 hari pemerintahan neoliberal SBY, sejumlah agenda ekonomi disusun bukan untuk mensejahterakan rakyat ataupun memajukan perekonomian di dalam negeri, melainkan untuk melayani kepentingan asing dan negeri-negeri imperialis.
“Wajah pemerintahan SBY yang pro-neoliberal, menurut kami, merupakan ekspresi penjajahan neo-kolonial seperti di masa lalu. Sejatinya, pemerintahan SBY adalah antek nekolim” tegasnya.
Dikatakannya, kegagalan pemerintahan neoliberal SBY juga tercermin di bidang politik, terlihat dalam ketidakmampun untuk menuntaskan korupsi dan mewujudkan pemerintahan bersih.
“Selama 100 hari ini, pemerintahan neoliberal SBY-Budiono tidak serius dalam menyelamatkan KPK dari kriminalisasi dan mengungkap skandal Bank Century. Ini sangat ironis, ketika SBY berbicara soal pemerintahan bersih, berbagai tuntutan rakyat mengenai skandal Bank Century coba dibungkam,” ujarnya.
Untuk itu, Sunu menganjurkan agar seluruh kekuatan politik nasional dan gerakan rakyat untuk berkumpul dalam sebuah aksi bersama menghentikan neoliberalisme dan korupsi.
Selain menggelar orasi politik secara bergantian, mereka juga membuat sebuah panggung seni kerakyatan untuk menyemangati perjuangan rakyat. Beberapa orator naik ke panggung menyampaikan pidato politik, meneriakkan yel-yel perjuangan, dan mengeritik pedas pemerintahan neoliberal SBY-Budiono.
Menurut Koordinator aksi, Sunu Wiwid Fajar, selama lima tahun plus 100 hari pemerintahan neoliberal SBY, sejumlah agenda ekonomi disusun bukan untuk mensejahterakan rakyat ataupun memajukan perekonomian di dalam negeri, melainkan untuk melayani kepentingan asing dan negeri-negeri imperialis.
“Wajah pemerintahan SBY yang pro-neoliberal, menurut kami, merupakan ekspresi penjajahan neo-kolonial seperti di masa lalu. Sejatinya, pemerintahan SBY adalah antek nekolim” tegasnya.
Dikatakannya, kegagalan pemerintahan neoliberal SBY juga tercermin di bidang politik, terlihat dalam ketidakmampun untuk menuntaskan korupsi dan mewujudkan pemerintahan bersih.
“Selama 100 hari ini, pemerintahan neoliberal SBY-Budiono tidak serius dalam menyelamatkan KPK dari kriminalisasi dan mengungkap skandal Bank Century. Ini sangat ironis, ketika SBY berbicara soal pemerintahan bersih, berbagai tuntutan rakyat mengenai skandal Bank Century coba dibungkam,” ujarnya.
Untuk itu, Sunu menganjurkan agar seluruh kekuatan politik nasional dan gerakan rakyat untuk berkumpul dalam sebuah aksi bersama menghentikan neoliberalisme dan korupsi.
Dalam aksi itu, aktivis PRD membakar NPWP mereka sebagai simbol kemarahan pembayar pajak terhadap praktik korup di tubuh pemerintahan. “bagaimana kami harus membayar pajak setiap saat, sementara rejim korup ini memakannya tiap hari,” teriak seorang orator. (*/)
Di Posting Dari Berdikari Online