Formatnews - Jakarta, 28/1 : Momen 100 hari pertama masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono benar-benar digunakan oleh berbagai elemen kelompok massa untuk berunjuk rasa di berbagai pelosok Nusantara.
Pusat dari unjuk rasa menuntut pertanggungjawaban kinerja 100 hari SBY-Boediono tak pelak berada di depan Istana Merdeka di Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, meski sebenarnya Presiden pada hari Kamis tidak berada di Istana.
Orang nomor satu di republik ini pada Kamis ini sedang meresmikan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Desa Labuan, Kabupaten Pandeglang, Banten.
Namun, hal tersebut ternyata tak menyurutkan sekitar 3.000 orang dari berbagai elemen untuk menyambangi dan berorasi di depan Istana Merdeka yang berada di Kompleks Istana Kepresidenan, dari waktu pagi hingga menjelang senja hari.
Meski telah bergerak sejak sekitar pukul 09.00 WIB, jumlah massa pengunjuk rasa mulai mencapai sekitar 1000 orang pada waktu tengah hari.
Massa yang pertama kali datang antara lain Gerakan Maklumat 28 yang menuntut agar Presiden Susilo Bambang Yudhoyono melakukan penggantian (reshuffle) terhadap menteri yang berasal dari parpol karena dinilai tidak efektif dalam menjalankan pemerintahan.
Selain itu, dalam tuntutan yang juga tertulis di baliho besar berukuran 5 X 5 meter, maka mereka juga mendesak SBY menyelesaikan kasus korupsi yang belum terselesaikan, mendesak penegakan supremasi hukum dan HAM.
Sedangkan massa lainnya yang pertama kali datang ke depan Istana adalah Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND), Serikat Rakyat Miskin Indonesia (SRMI), Front Nasional Perjuangan Buruh Indonesia (FNPBI), dan Serikat Tani Nasional (STN).
Dalam aksinya, massa SRMI menyanyikan lagu "Di Sini Senang Di Sana Senang" yang diplesetkan menjadi "Di Sini Miskin, Di Sana Miskin".
Sedangkan massa SRMI meneriakkan yel-yel agar pemerintah menaikkan upah buruh dan menghentikan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Puncak dari gerakan 28 Januari 2010 di depan Istana terjadi saat massa dari Gerakan Indonesia Bersih (GIB) dan Front Oposisi Rakyat Indonesia (FORI) bergabung untuk berorasi di depan Istana sekitar pukul 15.00 WIB.
Bentrok
Namun, massa FORI sempat bentrok dengan pihak kepolisian di depan Istana Merdeka, karena mereka memaksa untuk merangsek maju untuk mendekati pagar Istana Merdeka dengan mendorong aparat kepolisian yang berjaga.
Akibat bentrokan tersebut terdapat beberapa orang yang diamankan oleh aparat kepolisian, sedangkan di pihak lain, yakni seorang seorang anggota kepolisian terluka pada dahinya.
Kombes (Komisaris besar) Polisi Tavip Yulianto dari Divisi Propam Mabes Polri, mengakui akibat bentrokan itu ada petugas Samapta Polda Metro Jaya yang dahinya terluka.
Sementara itu, orasi dari kelompok GIB diisi oleh sejumlah tokoh antara lain pakar komunikasi UI Effendi Ghazali, mantan anggota DPR Ali Mochtar Ngabalin, Koordinator Kontras Usman Hamid, aktivis lingkungan Chalid Muhammad, dan mantan Juru Bicara Presiden Adhie Massardi.
Dalam tuntutannya, Usman Hamid mengemukakan, baik GIB maupun FORI memiliki lima macam tuntutan, yaitu agar pemerintah menghentikan eksploitasi sumber daya alam , menuntaskan berbagai kasus korupsi, memenuhi hak asasi manusia, melindungi buruh dan nelayan, serta menghentikan komersialisasi pendidikan.
Massa mulai berangsur-angsur meninggalkan depan Istana dan bubar seluruhnya pada sekitar pukul 18.00 WIB.
Demo di daerah
Tidak hanya di depan Istana, demo juga terjadi dan tersebar di berbagai daerah di Indonesia, meski kadarnya berbeda-beda antardaerah.
Di Banda Aceh, dua aksi unjuk rasa terkait 100 hari kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono digelar sekitar 100 mahasiswa di Bundaran Simpang Lima.
Sementara aksi yang sama juga berlangsung di gedung Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) di kawasan Jalan Daud Beureueh Kota Banda Aceh.
Para pengunjuk rasa merupakan gabungan dari Pemerintahan Mahasiswa Universitas Syiah Kuala (Pema Unsyiah), Pelajar Islam Indonesia (PII), Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Aceh dan sejumlah Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM).
Dalam aksi unjuk rasa tersebut mahasiswa menilai Indonesia mengalami hambatan dalam berbagai bidang terutama terkait permasalahan ekonomi menyangkut kasus Century.
Di Pontianak, Kalimantan Barat, ratusan mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Kalimantan Barat (AMKB) melakukan demo di Tugu Digulis Universitas Tanjungpura dan di depan Kantor Gubernur Kalbar.
Kepentingan politik
Koordinator Lapangan AMKB Lezi saat berorasi di depan Kantor Gubernur Kalbar di Jalan Ahmad Yani Pontianak, menilai penegakan hukum korupsi masih lemah dan bisa dikalahkan kepentingan politik.
"Penegakan hukum masih bisa dikalahkan oleh kepentingan politik antarelit sehingga mengorbankan kepentingan rakyat," katanya.
Di Manado, Sulawesi Utara, mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi yang tergabung dalam Komite Aksi Perjuangan Rakyat (KIPRA), mengkritisi 100 hari pemerintahan seiring lambannya penanganan pendidikan dan penegakan hukum.
Mahasiswa menuntut adanya subsidi pendidikan secara merata hingga ke tingkat perguruan tinggi serta menegakkan hukum pada proporsi yang benar.
Selain itu, mahasiswa juga menuntut para aparat hukum untuk terus mengusut berbagai kasus korupsi baik ditingkat pusat hingga ke daerah, terutama menyelesaikan kasus Bank Century, sehingga masyarakat tidak dibuat bingung.
Di Denpasar, Bali, ratusan pengunjuk rasa yang tergabung dalam beberapa aliansi di Bali, Kamis (28/1) turun ke jalan mengkritisi program 100 hari pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono-Budiono.
Beberapa elemen yang nyaris serentak turun ke sejumlah jalan raya di Denpasar itu, antara lain mereka yang tergabung dalam Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Udayana, Aliansi Rakyat Untuk Demokrasi dan HAM (ARDHAM), serta Sukarelawan Perjuangan Rakyat Untuk Pembebasan Tanah Air (Spartan).
Koordinator aksi, Aji Prasoko mengatakan, kinerja pemerintah selama ini hanya berupa slogan dan janji manis belaka, seperti halnya pemerintah tidak dalam upaya pemberantasan korupsi sampai ke akar-akarnya.
"Apa yang telah dilakukan pemerintah. Kasus Century tak kunjung selesai, beberapa program lainnya juga masih mentok," kata Aji.
Di Ambon, Maluku, ratusan mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Bersatu (AMB) mendatangi gedung DPRD Maluku berdemonstrasi untuk menolak pelaksanaan perdagangan bebas ASEAN-China yang dimulai sejak 1 Januari 2010 karena bisa mengakibatkan PHK massal.
"Dampak era perdagangan bebas dengan China terlalu besar bagi masa depan anak-anak bangsa di waktu mendatang karena produk-produk asal negara tirai bambu itu akan membanjiri pasaran Indonesia dan mematikan usaha lokal dan berlanjut pada PHK besar-besaran," kata Sekjen AMB, Solaeman Latupono.
Presiden tanggapi aksi
Menanggapi beragam aksi tersebut, Presiden Yudhoyono mempersilahkan para pengunjuk rasa untuk menyampaikan kritik dan protes sepanjang tidak dilakukan melalui kekerasan dan tetap berada dalam koridor demokrasi yang baik.
"Saya tahu di Jakarta ada unjuk rasa, protes, gerakan-gerakan. Itu biasa dalam alam demokrasi. Kita dengar kritiknya, apa yang disampaikan," ujar Presiden.
Kepala Negara meminta unjuk rasa dilakukan secara tertib dan damai, serta segala protes dan kritik disampaikan secara santun sesuai dengan nilai budaya dan bangsa.
Presiden juga mempersilakan para pengunjuk rasa untuk mengkritik pemerintah, mulai dari dirinya sebagai Kepala Negara, menteri, gubernur, bupati dan walikota apabila kritik itu ditujukan untuk perbaikan dan mencari jalan keluar.
Ia juga meminta masyarakat agar memahami apa yang dimaksud dengan program 100 hari untuk menghindarkan kegaduhan yang tidak perlu dari rencana aksi unjuk rasa tersebut.
Presiden berjanji pemerintah akan memberikan penjelasan terinci tentang program 100 hari yang telah dijalankan pemerintah.
"Saatnya nanti dalam waktu dekat pemerintah akan menjelaskan apa yang telah dicapai dalam 100 hari. Akan benar-benar dijelaskan ini yang bagus, ini yang belum. Silakan rakyat cek ke seluruh Indonesia, apa pemerintah benar apa adanya," katanya.
Kepala Negara juga menjelaskan ada tiga hal yang ingin dicapai pemerintah dalam program 100 hari, yaitu menghilangkan sumbatan-sumbatan dari program pemerintah yang selama ini macet, mempercepat program yang lambat, serta memperbaiki berbagai aturan mulai dari tingkat peraturan pemerintah hingga keputusan menteri. *ant*
Diposting Dari : FormatNews
Pusat dari unjuk rasa menuntut pertanggungjawaban kinerja 100 hari SBY-Boediono tak pelak berada di depan Istana Merdeka di Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, meski sebenarnya Presiden pada hari Kamis tidak berada di Istana.
Orang nomor satu di republik ini pada Kamis ini sedang meresmikan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Desa Labuan, Kabupaten Pandeglang, Banten.
Namun, hal tersebut ternyata tak menyurutkan sekitar 3.000 orang dari berbagai elemen untuk menyambangi dan berorasi di depan Istana Merdeka yang berada di Kompleks Istana Kepresidenan, dari waktu pagi hingga menjelang senja hari.
Meski telah bergerak sejak sekitar pukul 09.00 WIB, jumlah massa pengunjuk rasa mulai mencapai sekitar 1000 orang pada waktu tengah hari.
Massa yang pertama kali datang antara lain Gerakan Maklumat 28 yang menuntut agar Presiden Susilo Bambang Yudhoyono melakukan penggantian (reshuffle) terhadap menteri yang berasal dari parpol karena dinilai tidak efektif dalam menjalankan pemerintahan.
Selain itu, dalam tuntutan yang juga tertulis di baliho besar berukuran 5 X 5 meter, maka mereka juga mendesak SBY menyelesaikan kasus korupsi yang belum terselesaikan, mendesak penegakan supremasi hukum dan HAM.
Sedangkan massa lainnya yang pertama kali datang ke depan Istana adalah Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND), Serikat Rakyat Miskin Indonesia (SRMI), Front Nasional Perjuangan Buruh Indonesia (FNPBI), dan Serikat Tani Nasional (STN).
Dalam aksinya, massa SRMI menyanyikan lagu "Di Sini Senang Di Sana Senang" yang diplesetkan menjadi "Di Sini Miskin, Di Sana Miskin".
Sedangkan massa SRMI meneriakkan yel-yel agar pemerintah menaikkan upah buruh dan menghentikan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Puncak dari gerakan 28 Januari 2010 di depan Istana terjadi saat massa dari Gerakan Indonesia Bersih (GIB) dan Front Oposisi Rakyat Indonesia (FORI) bergabung untuk berorasi di depan Istana sekitar pukul 15.00 WIB.
Bentrok
Namun, massa FORI sempat bentrok dengan pihak kepolisian di depan Istana Merdeka, karena mereka memaksa untuk merangsek maju untuk mendekati pagar Istana Merdeka dengan mendorong aparat kepolisian yang berjaga.
Akibat bentrokan tersebut terdapat beberapa orang yang diamankan oleh aparat kepolisian, sedangkan di pihak lain, yakni seorang seorang anggota kepolisian terluka pada dahinya.
Kombes (Komisaris besar) Polisi Tavip Yulianto dari Divisi Propam Mabes Polri, mengakui akibat bentrokan itu ada petugas Samapta Polda Metro Jaya yang dahinya terluka.
Sementara itu, orasi dari kelompok GIB diisi oleh sejumlah tokoh antara lain pakar komunikasi UI Effendi Ghazali, mantan anggota DPR Ali Mochtar Ngabalin, Koordinator Kontras Usman Hamid, aktivis lingkungan Chalid Muhammad, dan mantan Juru Bicara Presiden Adhie Massardi.
Dalam tuntutannya, Usman Hamid mengemukakan, baik GIB maupun FORI memiliki lima macam tuntutan, yaitu agar pemerintah menghentikan eksploitasi sumber daya alam , menuntaskan berbagai kasus korupsi, memenuhi hak asasi manusia, melindungi buruh dan nelayan, serta menghentikan komersialisasi pendidikan.
Massa mulai berangsur-angsur meninggalkan depan Istana dan bubar seluruhnya pada sekitar pukul 18.00 WIB.
Demo di daerah
Tidak hanya di depan Istana, demo juga terjadi dan tersebar di berbagai daerah di Indonesia, meski kadarnya berbeda-beda antardaerah.
Di Banda Aceh, dua aksi unjuk rasa terkait 100 hari kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono digelar sekitar 100 mahasiswa di Bundaran Simpang Lima.
Sementara aksi yang sama juga berlangsung di gedung Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) di kawasan Jalan Daud Beureueh Kota Banda Aceh.
Para pengunjuk rasa merupakan gabungan dari Pemerintahan Mahasiswa Universitas Syiah Kuala (Pema Unsyiah), Pelajar Islam Indonesia (PII), Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Aceh dan sejumlah Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM).
Dalam aksi unjuk rasa tersebut mahasiswa menilai Indonesia mengalami hambatan dalam berbagai bidang terutama terkait permasalahan ekonomi menyangkut kasus Century.
Di Pontianak, Kalimantan Barat, ratusan mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Kalimantan Barat (AMKB) melakukan demo di Tugu Digulis Universitas Tanjungpura dan di depan Kantor Gubernur Kalbar.
Kepentingan politik
Koordinator Lapangan AMKB Lezi saat berorasi di depan Kantor Gubernur Kalbar di Jalan Ahmad Yani Pontianak, menilai penegakan hukum korupsi masih lemah dan bisa dikalahkan kepentingan politik.
"Penegakan hukum masih bisa dikalahkan oleh kepentingan politik antarelit sehingga mengorbankan kepentingan rakyat," katanya.
Di Manado, Sulawesi Utara, mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi yang tergabung dalam Komite Aksi Perjuangan Rakyat (KIPRA), mengkritisi 100 hari pemerintahan seiring lambannya penanganan pendidikan dan penegakan hukum.
Mahasiswa menuntut adanya subsidi pendidikan secara merata hingga ke tingkat perguruan tinggi serta menegakkan hukum pada proporsi yang benar.
Selain itu, mahasiswa juga menuntut para aparat hukum untuk terus mengusut berbagai kasus korupsi baik ditingkat pusat hingga ke daerah, terutama menyelesaikan kasus Bank Century, sehingga masyarakat tidak dibuat bingung.
Di Denpasar, Bali, ratusan pengunjuk rasa yang tergabung dalam beberapa aliansi di Bali, Kamis (28/1) turun ke jalan mengkritisi program 100 hari pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono-Budiono.
Beberapa elemen yang nyaris serentak turun ke sejumlah jalan raya di Denpasar itu, antara lain mereka yang tergabung dalam Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Udayana, Aliansi Rakyat Untuk Demokrasi dan HAM (ARDHAM), serta Sukarelawan Perjuangan Rakyat Untuk Pembebasan Tanah Air (Spartan).
Koordinator aksi, Aji Prasoko mengatakan, kinerja pemerintah selama ini hanya berupa slogan dan janji manis belaka, seperti halnya pemerintah tidak dalam upaya pemberantasan korupsi sampai ke akar-akarnya.
"Apa yang telah dilakukan pemerintah. Kasus Century tak kunjung selesai, beberapa program lainnya juga masih mentok," kata Aji.
Di Ambon, Maluku, ratusan mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Bersatu (AMB) mendatangi gedung DPRD Maluku berdemonstrasi untuk menolak pelaksanaan perdagangan bebas ASEAN-China yang dimulai sejak 1 Januari 2010 karena bisa mengakibatkan PHK massal.
"Dampak era perdagangan bebas dengan China terlalu besar bagi masa depan anak-anak bangsa di waktu mendatang karena produk-produk asal negara tirai bambu itu akan membanjiri pasaran Indonesia dan mematikan usaha lokal dan berlanjut pada PHK besar-besaran," kata Sekjen AMB, Solaeman Latupono.
Presiden tanggapi aksi
Menanggapi beragam aksi tersebut, Presiden Yudhoyono mempersilahkan para pengunjuk rasa untuk menyampaikan kritik dan protes sepanjang tidak dilakukan melalui kekerasan dan tetap berada dalam koridor demokrasi yang baik.
"Saya tahu di Jakarta ada unjuk rasa, protes, gerakan-gerakan. Itu biasa dalam alam demokrasi. Kita dengar kritiknya, apa yang disampaikan," ujar Presiden.
Kepala Negara meminta unjuk rasa dilakukan secara tertib dan damai, serta segala protes dan kritik disampaikan secara santun sesuai dengan nilai budaya dan bangsa.
Presiden juga mempersilakan para pengunjuk rasa untuk mengkritik pemerintah, mulai dari dirinya sebagai Kepala Negara, menteri, gubernur, bupati dan walikota apabila kritik itu ditujukan untuk perbaikan dan mencari jalan keluar.
Ia juga meminta masyarakat agar memahami apa yang dimaksud dengan program 100 hari untuk menghindarkan kegaduhan yang tidak perlu dari rencana aksi unjuk rasa tersebut.
Presiden berjanji pemerintah akan memberikan penjelasan terinci tentang program 100 hari yang telah dijalankan pemerintah.
"Saatnya nanti dalam waktu dekat pemerintah akan menjelaskan apa yang telah dicapai dalam 100 hari. Akan benar-benar dijelaskan ini yang bagus, ini yang belum. Silakan rakyat cek ke seluruh Indonesia, apa pemerintah benar apa adanya," katanya.
Kepala Negara juga menjelaskan ada tiga hal yang ingin dicapai pemerintah dalam program 100 hari, yaitu menghilangkan sumbatan-sumbatan dari program pemerintah yang selama ini macet, mempercepat program yang lambat, serta memperbaiki berbagai aturan mulai dari tingkat peraturan pemerintah hingga keputusan menteri. *ant*
Diposting Dari : FormatNews
