JAKARTA, BANGKA POS - Kekhawatiran pecahnya tindakan anarkisme dan kerusuhan dalam demonstrasi bertepatan dengan 100 hari pertama pemerintahan SBY-Boediono di dekat Istana Presiden dan Istana Wapres, Kamis (28/1) tidak terbukti.
Meski sempat terjadi bentrok fisik dan kericuhan, secara keseluruhan aksi ribuan massa dari berbagai elemen tersebut berjalan aman. Dari pagi hingga sore hari, Istana Negara dikepung sekitar 10 ribu orang massa pengunjuk masa untuk mengkritisi 100 hari pemerintahan SBY Boediono.
Mereka bergelombang menyampaikan aspirasi. Selesai satu kelompok disusul kelompok lainnya naik ke panggung. Demonstrasi di Jakarta juga diikuti balita, manula, dan ibu-ibu rumah tangga. Tergabung dalam Serikat Rakyat Miskin Indonesia, Yanti (31) membawa putrinya, Natasha (3). Sang balita mendampingi Yanti yang membawa poster bergambar Presiden Soekarno bertuliskan “Berdaulat secara politik, mandiri alam ekonomi, dan berpribadi budaya.”
Natasha tak terlihat rewel. Dia bergantung di bahu Yanti seraya asik menikmati makanan kecil yang dijajakan beberapa pedagang asongan dadakan di depan gedung RRI. “Saya ikut demo karena meminta beras miskin jangan dinaikkan. Harga harga sembako juga jangan dinaikkan,” ujarnya. Yanti menceritakan di wilayahnya, harga raskin mencapai Rp 2.000 Rp 2.500 per kilogram.
Bukan hanya itu, harga minyak goreng yang semula Rp 8.000 kini menjadi Rp 12 ribu. “Suami saya buruh bangunan. Sehari cuma dapat Rp 30 ribu. Padahal, belanja saja bisa Rp 50 ribu,” terangnya. Ucapan Yanti ditimpali seorang ibu lainnya, Harti (47). Ia menunjuk sebuah spanduk yang bertuliskan “Harga mobil pak menteri Rp 1,3 miliar”. “Saya ini lebih banyak puasanya. Sehari hari itu lebih banyak puasa. Sehari kadang makan hanya sekali,” kata Harti.
Harti dan Yanti mengikuti aksi bersama dengan kelompok PRD, LMND, STN, FNPBI, SRMI, Jaker, dan Senja. Panas terik mentari beberapa saat membuat Harti dan Yanti memilih untuk meneduh sementara, dan kemudian bergabung kembali dengan teman temannya yang mendengar orasi dari koordinator lapangan di sebuah mobil pick-up. Aksi Dorong Kekisruhan di depan Istana Negara berawal saat sekitar seratus mahasiwa dari Universitas Moestopo dan Gema Satu mencoba merangsek masuk ke dalam Istana Negara sekitar pukul 16.30 WIB. Padahal di depan Istana Negara telah siap sekitar tiga ratus aparat kepolisian Polda Metro Jaya bertameng, dengan senjata pentungan, bukan senjata api.
Jumlah pengunjuk rasa kalah sedikit sehingga tak seimbang membuat mahasiswa harus bersusah-payah mendorong paksa tameng polisi setinggi sekitar 170 centimeter. Saat sore, meski ada beberapa kelompok mahasiswa yang masih menggelar aksi di depan Istana Negara, kepolisian membuka arus lalu lintas di Jalan Merdeka Utara, Jakarta, Kamis (28/1) sekitar pukul 17.00 WIB. Dengan dibukanya arus lalu lintas tersebut, otomatis konsentrasi ratusan mahasiswa dari BEM Universitas Indonesia dan Gema Satu menjadi terpecah.
Wakil Kepala Polres Jakarta Pusat AKBP Firli membantah bahwa pembukaan arus lalulintas itu sengaja dilakukan pihaknya untuk membubarkan para demonstran secara halus. “Itu bukan untuk membubarkan, tapi mereka bubar sendiri kok. Kan itu sudah waktunya selesai, makanya kita buka jalannya. Kan tadi cuma sampai jam 5 sore,” kata Firli di depan Istana Negara, Jakarta, Kamis (28/1).
Padahal saat sore itu, beberapa elemen mahasiswa berusaha menembus dan mendorong barisan petugas kepolisian yang sedang berjaga. Namun, tenaga para mahasiswa tersebut tak mampu menggoyangkan tameng petugas yang membentuk pagar betis. Saat aksi, mahasiswa menghujat dan mencaci maki Presiden Yudhoyono, Wapres Boediono, dan Menteri Keuangan Sri Mulyani. Ketiganya dianggap sebagai orang yang paling bertanggung jawab atas kasus kucuran dana talangan (bailout) Rp 6,7 triliun kepada Bank Century. Aksi dorong antara demonstran dengan aparat keamanan juga terjadi saat massa demo di depan Istana Wapres pada hari yang sama.
Aksi dorong terjadi saat Aliansi Mahasiswa Nusantara yang berjumlah sekitar 500 orang mulai bergerak maju untuk mendesak aparat membuka jalur yang sempat menutupi jalan kantor Wakil Presiden, di kawasan Jalan Merdeka Selatan. Saling dorong tidak berlangsung lama setelah koordinator aksi meminta agar tidak terpancing. Aksi Solidaritas Rakyat Antikorupsi (Sorak), dan Kapak sebelumnya juga melakukan aksi yang sama dan saling dorong dengan aparat kepolisian. Mereka berteriak, “Boediono Maling Century.” Hatta tak Dikawal Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Radjasa memilih tidak menggunakan mobil dinas (mobnas) terbarunya, Toyota Crown Saloon bernomor polisi RI 12, ketika Kota Jakarta digoyang aksi demonstrasi 28 Januari, Kamis (28/1).
Ia datang ke Jakarta Convention Centre (JCC) untuk menghadiri seminar nasional masalah pangan, menumpang mobil biasa, Toyota Altis. Hatta tak dikawal mobil atau motor patroli polisi. Mobilnya hanya diikuti sebuah mobil lain. Padahal biasanya mobil dinas Hatta selalu disertai patroli polisi yang bertugas sebagai pembuka jalan. Pada saat Hatta hadir dan hendak meninggalkan gedung JCC, para demonstran yang didominasi para buruh berada sekitar 100 meter di depan JCC, tak jauh dari Istora Senayan. Ketika acara usai, Hatta memilih meninggalkan JCC lewat belakang para demonstran, tepatnya arah jalan menuju Hotel Sultan.
Sampai di kantor, Hatta menggelar jumpa pers mengenai kinerja menteri perekonomian 100 hari Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) II. “Hari ini ada demo, tetapi kok nggak macet, saya tadi jalan kelihatannya tidak terlalu macet,” kata Hatta basa-basi sebelum memulai konferensi pers. Menteri Perindustrian MS Hidayat pada seminar pangan yang dibuka oleh Hatta Radjasa juga sempat mengemukakan pendapatnya mengenai mobil dinas menteri. “Wah, saya sehari pernah pakai (mobil dinas). Waktu itu diliput dan difoto oleh media, saya dibilang menikmati fasilitas mewah. Sekarang saya lebih baik pakai mobil sendiri, lebih mewah,” kata Hidayat lalu tertawa. Sebelum menjadi menteri, MS Hidayat adalah seorang pebisnis dan ketua umum Kadin Indonesia. “Jadi saya pakai mobil pribadi. Tidak pakai mobil dinas,” ujarnya.
Aksi demo juga tidak mengganggu aktivitas Wakil Presiden (Wapres) Boediono. Ribuan pengunjuk rasa melakukan orasi di depan Istana Wapres yang dipagari kawat berduri. “Sejak pukul 13.00, Wapres menggelar rapat rutin. Wapres menilai, aksi demonstrasi tidak mengganggu aktivitas pemerintahan,” kata Yopie Hidayat, Juru Bicara Wakil Presiden.
Ia menjelaskan, sejak awal Boediono tidak alergi terhadap penyaluran aspirasi melalui demonstrasi, termasuk orasi di depan kantor Wapres. “Wakil Presiden optimis, aksi unjuk rasa tidak akan berlangsung anarkis. Jadi, tidak memerlukan pemantauan khusus. Setiap warga negara kan punya hak untuk menyampaikan aspirasi namun harus sesuai dengan aturan,” tegasnya. (Persda Network/coz/aco/ade/yon)
Diposting Dari : BANGKA POS Cyber MediaMeski sempat terjadi bentrok fisik dan kericuhan, secara keseluruhan aksi ribuan massa dari berbagai elemen tersebut berjalan aman. Dari pagi hingga sore hari, Istana Negara dikepung sekitar 10 ribu orang massa pengunjuk masa untuk mengkritisi 100 hari pemerintahan SBY Boediono.
Mereka bergelombang menyampaikan aspirasi. Selesai satu kelompok disusul kelompok lainnya naik ke panggung. Demonstrasi di Jakarta juga diikuti balita, manula, dan ibu-ibu rumah tangga. Tergabung dalam Serikat Rakyat Miskin Indonesia, Yanti (31) membawa putrinya, Natasha (3). Sang balita mendampingi Yanti yang membawa poster bergambar Presiden Soekarno bertuliskan “Berdaulat secara politik, mandiri alam ekonomi, dan berpribadi budaya.”
Natasha tak terlihat rewel. Dia bergantung di bahu Yanti seraya asik menikmati makanan kecil yang dijajakan beberapa pedagang asongan dadakan di depan gedung RRI. “Saya ikut demo karena meminta beras miskin jangan dinaikkan. Harga harga sembako juga jangan dinaikkan,” ujarnya. Yanti menceritakan di wilayahnya, harga raskin mencapai Rp 2.000 Rp 2.500 per kilogram.
Bukan hanya itu, harga minyak goreng yang semula Rp 8.000 kini menjadi Rp 12 ribu. “Suami saya buruh bangunan. Sehari cuma dapat Rp 30 ribu. Padahal, belanja saja bisa Rp 50 ribu,” terangnya. Ucapan Yanti ditimpali seorang ibu lainnya, Harti (47). Ia menunjuk sebuah spanduk yang bertuliskan “Harga mobil pak menteri Rp 1,3 miliar”. “Saya ini lebih banyak puasanya. Sehari hari itu lebih banyak puasa. Sehari kadang makan hanya sekali,” kata Harti.
Harti dan Yanti mengikuti aksi bersama dengan kelompok PRD, LMND, STN, FNPBI, SRMI, Jaker, dan Senja. Panas terik mentari beberapa saat membuat Harti dan Yanti memilih untuk meneduh sementara, dan kemudian bergabung kembali dengan teman temannya yang mendengar orasi dari koordinator lapangan di sebuah mobil pick-up. Aksi Dorong Kekisruhan di depan Istana Negara berawal saat sekitar seratus mahasiwa dari Universitas Moestopo dan Gema Satu mencoba merangsek masuk ke dalam Istana Negara sekitar pukul 16.30 WIB. Padahal di depan Istana Negara telah siap sekitar tiga ratus aparat kepolisian Polda Metro Jaya bertameng, dengan senjata pentungan, bukan senjata api.
Jumlah pengunjuk rasa kalah sedikit sehingga tak seimbang membuat mahasiswa harus bersusah-payah mendorong paksa tameng polisi setinggi sekitar 170 centimeter. Saat sore, meski ada beberapa kelompok mahasiswa yang masih menggelar aksi di depan Istana Negara, kepolisian membuka arus lalu lintas di Jalan Merdeka Utara, Jakarta, Kamis (28/1) sekitar pukul 17.00 WIB. Dengan dibukanya arus lalu lintas tersebut, otomatis konsentrasi ratusan mahasiswa dari BEM Universitas Indonesia dan Gema Satu menjadi terpecah.
Wakil Kepala Polres Jakarta Pusat AKBP Firli membantah bahwa pembukaan arus lalulintas itu sengaja dilakukan pihaknya untuk membubarkan para demonstran secara halus. “Itu bukan untuk membubarkan, tapi mereka bubar sendiri kok. Kan itu sudah waktunya selesai, makanya kita buka jalannya. Kan tadi cuma sampai jam 5 sore,” kata Firli di depan Istana Negara, Jakarta, Kamis (28/1).
Padahal saat sore itu, beberapa elemen mahasiswa berusaha menembus dan mendorong barisan petugas kepolisian yang sedang berjaga. Namun, tenaga para mahasiswa tersebut tak mampu menggoyangkan tameng petugas yang membentuk pagar betis. Saat aksi, mahasiswa menghujat dan mencaci maki Presiden Yudhoyono, Wapres Boediono, dan Menteri Keuangan Sri Mulyani. Ketiganya dianggap sebagai orang yang paling bertanggung jawab atas kasus kucuran dana talangan (bailout) Rp 6,7 triliun kepada Bank Century. Aksi dorong antara demonstran dengan aparat keamanan juga terjadi saat massa demo di depan Istana Wapres pada hari yang sama.
Aksi dorong terjadi saat Aliansi Mahasiswa Nusantara yang berjumlah sekitar 500 orang mulai bergerak maju untuk mendesak aparat membuka jalur yang sempat menutupi jalan kantor Wakil Presiden, di kawasan Jalan Merdeka Selatan. Saling dorong tidak berlangsung lama setelah koordinator aksi meminta agar tidak terpancing. Aksi Solidaritas Rakyat Antikorupsi (Sorak), dan Kapak sebelumnya juga melakukan aksi yang sama dan saling dorong dengan aparat kepolisian. Mereka berteriak, “Boediono Maling Century.” Hatta tak Dikawal Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Radjasa memilih tidak menggunakan mobil dinas (mobnas) terbarunya, Toyota Crown Saloon bernomor polisi RI 12, ketika Kota Jakarta digoyang aksi demonstrasi 28 Januari, Kamis (28/1).
Ia datang ke Jakarta Convention Centre (JCC) untuk menghadiri seminar nasional masalah pangan, menumpang mobil biasa, Toyota Altis. Hatta tak dikawal mobil atau motor patroli polisi. Mobilnya hanya diikuti sebuah mobil lain. Padahal biasanya mobil dinas Hatta selalu disertai patroli polisi yang bertugas sebagai pembuka jalan. Pada saat Hatta hadir dan hendak meninggalkan gedung JCC, para demonstran yang didominasi para buruh berada sekitar 100 meter di depan JCC, tak jauh dari Istora Senayan. Ketika acara usai, Hatta memilih meninggalkan JCC lewat belakang para demonstran, tepatnya arah jalan menuju Hotel Sultan.
Sampai di kantor, Hatta menggelar jumpa pers mengenai kinerja menteri perekonomian 100 hari Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) II. “Hari ini ada demo, tetapi kok nggak macet, saya tadi jalan kelihatannya tidak terlalu macet,” kata Hatta basa-basi sebelum memulai konferensi pers. Menteri Perindustrian MS Hidayat pada seminar pangan yang dibuka oleh Hatta Radjasa juga sempat mengemukakan pendapatnya mengenai mobil dinas menteri. “Wah, saya sehari pernah pakai (mobil dinas). Waktu itu diliput dan difoto oleh media, saya dibilang menikmati fasilitas mewah. Sekarang saya lebih baik pakai mobil sendiri, lebih mewah,” kata Hidayat lalu tertawa. Sebelum menjadi menteri, MS Hidayat adalah seorang pebisnis dan ketua umum Kadin Indonesia. “Jadi saya pakai mobil pribadi. Tidak pakai mobil dinas,” ujarnya.
Aksi demo juga tidak mengganggu aktivitas Wakil Presiden (Wapres) Boediono. Ribuan pengunjuk rasa melakukan orasi di depan Istana Wapres yang dipagari kawat berduri. “Sejak pukul 13.00, Wapres menggelar rapat rutin. Wapres menilai, aksi demonstrasi tidak mengganggu aktivitas pemerintahan,” kata Yopie Hidayat, Juru Bicara Wakil Presiden.
Ia menjelaskan, sejak awal Boediono tidak alergi terhadap penyaluran aspirasi melalui demonstrasi, termasuk orasi di depan kantor Wapres. “Wakil Presiden optimis, aksi unjuk rasa tidak akan berlangsung anarkis. Jadi, tidak memerlukan pemantauan khusus. Setiap warga negara kan punya hak untuk menyampaikan aspirasi namun harus sesuai dengan aturan,” tegasnya. (Persda Network/coz/aco/ade/yon)