
Dua bulan sudah kita melakukan rapat-rapat dan menjalankan kegiatan lainnya dengan tujuan agar cita-cita perjuangan yang sejak awal kita putuskan dapat berjalan dengan lancar.
Sekarang setelah lama menunggu janji-janji yang sudah diberikan oleh menkokesra, pada minggu-minggu akhir bulan Januari, akhirnya Menkokesra melalui BPS terpaksa memenuhi janji-janjinya.
Perlu saudara-saudari ketahui dari peristiwa ini ada beberapa hal yang perlu di jadikan catatan.
Tidak semua warga yang terlibat demo mendapatkan BLT. Padahal dalam demo tersebut kita sudah mengajukan agar semua formulir pengaduan yang kita laporkan diterima untuk didata menjadi calon penerima BLT. Apa yang kita dapat dari peristiwa ini barulah sebuah kemenganan kecil.
Dari beberapa fakta lapangan kami masih mendapatkan laporan, dimana masih ada penerima kartu yang berasal dari keluarga/rumah tangga mapan/mampu. Dari fakta ini dapatlah kita simpulkan bahwa; pendataan yang dilakukan oleh petugas BPS belum benar-benar sesuai dengan kriteria yang sudah ditentukan oleh pemerintah. Akibatnya beberapa anggota masyarakat yang kurang beruntung---yang keadaan ekonominya lebih susah---merasa diperlakukan kurang adil oleh fakta tersebut.
Dari beberapa fakta lapangan kami masih mendapatkan laporan, dimana masih ada penerima kartu yang berasal dari keluarga/rumah tangga mapan/mampu. Dari fakta ini dapatlah kita simpulkan bahwa; pendataan yang dilakukan oleh petugas BPS belum benar-benar sesuai dengan kriteria yang sudah ditentukan oleh pemerintah. Akibatnya beberapa anggota masyarakat yang kurang beruntung---yang keadaan ekonominya lebih susah---merasa diperlakukan kurang adil oleh fakta tersebut.
Juga menyebabakan konflik antar warga. Memang politik BLT telah menyebabakan perpecahan/konflik dikalangan masyarakat seperti pernah terjadi di kampung yang sedang kami dampingi ataupun di daerah lain. Semua itu sebetulnya dapat dicegah andai saja warga masyarakat mau berperan aktif dalam proses pendataan dan pengawasan. Jangan seperti diawal-awal kami menggerakan rakyat dalam rencana tersebut dimuka, dimana keterlibatan warga sangat sedikit.
Sedari awal, dimulai sejak kami dan warga berencana aksi ke Menkokesra, kami menyadari bahwa BLT tidak dapat menyelesaikan masalah kesejahteraan yang sudah lama diimpikan oleh rakyat kecil. Namun apa yang telah kami lakukan hanyalah agar warga berani menagih janji-janji yang telah digembar-gemborkan oleh Pemerintah SBY-Kalla.
Janji tersebut telah tercatat dalam produk hukum Instruksi Presiden No 12 Tahun 2005. Maka tak salah kalau warga kami ingatkan untuk menagih janji tersebut. Terus, setelah warga berani menagih janji presiden kami berharap agar janji tersebut tidak dimanfaatkan oleh oknum-oknum tertentu.
Kepada warga yang sudah dapat kartu BLT. Kami serukan bahwa, perjuangan yang kita lakukan tidak cukup sampai disini. Sejak awal kita telah menyimpulkan beberapa problem yang harus diperjuangkan.
Dari kesimpulan tersebut telah didapat pengertian antara kami dan warga bahwa banyak persoalan yang mesti kita perjuangkan bersama-sama, seperti; menuntut layanan kesehatan gratis, surat-surat kependudukkan gratis, murahnya harga sembako, dan murahnya ongkos transportasi.
Apalagi dalam waktu dekat ini Pemerintah SBY-Kalla berencana menaikan Tarif Dasar Listrik dan Pemerintahan Sutiyoso berencana menaikan Tarif Air PAM. Kalau saja dua rencana tersebut di sahkan, sudah pasti beban dan penderitaan rakyat akan semakin berat.
Mendapat BLT bukan berarti setuju dengan kenaikan harga BBM. Oleh karena itu tetap kompak dalam wadah yang sudah kita dirikan. Kedepan kita akan menentang rencana kenaikan TDL dan Tarif Air PAM.
Terus bersatu dan perkuat wadah perjuangan yang sudah kita miliki, yakinlah ketika kita bersatu dalam wadah perjuangan, segala persoalan dapat kita atasi dengan mudah. Tidak seperti sebelum kita memiliki wadah, dimana kita mendapat kesulitan dalam menyelesaikan persoalan-persoalan yang sedang dihadapi. Setelah bersatu dan memperkuat wadah yang kita miliki, maka selanjutnya yang perlu kita lakukan adalah memperbesar dan memperluas, baik keanggotaan maupun wilayah baru, dimana terdapat warga atau masyarakat yang bernasib sama seperti anda.
Semakin banyak warga yang bergabung dalam wadah perjuangan yang kita dirikan, itu artinya kekuatan perjuangan kita semakin besar, kalau kekuatan kita besar dengan sendirinya tantangan/hambatan yang merintangi jalannya perjuangan kita akan semakin mudah kita atasi.
Lembaran sejarah bangsa ini telah meninggalkan pesan pada kita semua. Bahwa dengan persatuan, kekompakan dan keberanian, penjajahan yang dilakukan oleh Belanda dan Jepang bisa dengan mudah dikalahkan rakyat pada tahun-tahun kemerdekaan.
Begitu juga dengan apa yang terjadi pada tahun 1998 dimana persatuan, kekompakan, dan keberanian yang dimiliki Mahasiswa dan Rakyat telah berhasil memaksa diktator Soeharto untuk mundur dari kursi kekuasaan dan berujung pada lahirnya REFORMASI.
Sekarang dijaman SBY-Kalla ini, rakyat baru berhasil merebut sedikit hak-haknya. Maksudnya hampir semua persoalan politik tidak sepenuhnya melibatkan partisipasi rakyat secara penuh. Rakyat hanya dilibatkan sebagai pendukung dan penonton yang selalu dikorbankan.
Memang pemilihan Presiden dan wakilnya, Gubernur dan Wakilnya, Walikota dan wakilnya, DPR, MPR, DPRD, dilakukan secara langsung. Namun semua itu hanyalah sogokan atas kemarahan Rakyat. Kemarahan rakyat muncul karena beban penderitaan ekonomi-politik dan sosial yang muncul karena ulah para elit bisnis dan politik.
Kemudian disaat para pejabat hendak menaikan harga BBM, menjual BUMN kepada pihak Asing dan melakukan Impor Beras, Protes yang dilakukan Rakyat dan Mahasiswa tidak didengar. Begitu juga ketika rakyat menuntut hak-hak kesejahteraan yang selama ini masih diabaikan. Pemerintahan SBY-Kalla cuma bisa menjawab dengan tutup mata, telinga dan hati.
Harus diakui kebangkrutan ekonomi yang sekarang ini sedang menimpa bangsa dan rakyat kecil, disebabkan karena perilaku pemerintah yang selalu tunduk dan patuh pada penjajah dari negeri-negeri Imperialis dan Kolonialis.
Pemerintah Amerika Serikat sebagai alat kaum pemodalnya, sedang berusaha mengembalikan negeri Indonesia pada kedudukan koloni seperti dijaman kolonialisme Belanda.
Kali ini alatnya bukan atau (belum) berupa Bedil dan Meriam tetapi hutang dan kontrol lewat IMF, Bank Dunia dan WTO. AS sendiri, begitu juga Jepang dan Eropa, sedang mengalami krisis. Ekonomi mereka semakin penuh dengan pertentangan, yang melahirkan pengangguran dan bangkrutnya berbagai perusahaan raksasa.
Dalam situasi seperti itu yang sudah berjalan dua puluh tahun lebih, untuk menyelamatkan kekayaan mereka yang tak terhingga, mereka memutuskan untuk memeras harta negeri-negeri dunia ketiga sebanyak-banyaknya, seperti Indonesia dan sebagaian besar negeri lain di Asia.
Dengan rakus, haus harta, pemerintah dan kaum pemodal AS, Eropa, Jepang, dan Australia membelenggu Indonesia dengan Hutang yang beratus-ratus miliar dollar. Hutang luar negeri Indonesia sekarang 150 Miliar US Dolar.
Sampai kiamat hutang ini tidak akan pernah bisa dibayar oleh Indonesia, sehingga pembayaran ribanya (bunga) juga melipat sampai hari kiamat. Dengan belenggu seperti ini, AS, Eropa, Jepang, dan Australia, melalui lembaga kaki tangan yang bernama IMF, Worl Bank, dan WTO memaksakan kekuasaan dan kontrol ekonominya terhadap negara dan rakyat Indonesia.
Jawaban atas persoalan diatas adalah, kita harus membangun organisasi dan partai kita sendiri. Kita harus merebut kembali hak-hak dan kedaulatan kita dari tangan elit-elit kita, dimana-mana, mereka sudah gagal. siapa yang bisa mungkir akan kebenaran ini.
Lihat saja sekeliling kita; kemiskinan, kesengsaraan, kerusakan alam, perang dan kelaparan. Yang membuat keadaan itu adalah yang berkuasa, bukan yang dikuasai. Sudah waktunya rakyat berkuasa sendiri. Sudah waktunya rakyat Indonesia berkuasa, melalui organisasi, partainya dan lembaganya sendiri.
Apalagi dalam waktu dekat ini Pemerintah SBY-Kalla berencana menaikan Tarif Dasar Listrik dan Pemerintahan Sutiyoso berencana menaikan Tarif Air PAM. Kalau saja dua rencana tersebut di sahkan, sudah pasti beban dan penderitaan rakyat akan semakin berat.
Mendapat BLT bukan berarti setuju dengan kenaikan harga BBM. Oleh karena itu tetap kompak dalam wadah yang sudah kita dirikan. Kedepan kita akan menentang rencana kenaikan TDL dan Tarif Air PAM.
Terus bersatu dan perkuat wadah perjuangan yang sudah kita miliki, yakinlah ketika kita bersatu dalam wadah perjuangan, segala persoalan dapat kita atasi dengan mudah. Tidak seperti sebelum kita memiliki wadah, dimana kita mendapat kesulitan dalam menyelesaikan persoalan-persoalan yang sedang dihadapi. Setelah bersatu dan memperkuat wadah yang kita miliki, maka selanjutnya yang perlu kita lakukan adalah memperbesar dan memperluas, baik keanggotaan maupun wilayah baru, dimana terdapat warga atau masyarakat yang bernasib sama seperti anda.
Semakin banyak warga yang bergabung dalam wadah perjuangan yang kita dirikan, itu artinya kekuatan perjuangan kita semakin besar, kalau kekuatan kita besar dengan sendirinya tantangan/hambatan yang merintangi jalannya perjuangan kita akan semakin mudah kita atasi.
Lembaran sejarah bangsa ini telah meninggalkan pesan pada kita semua. Bahwa dengan persatuan, kekompakan dan keberanian, penjajahan yang dilakukan oleh Belanda dan Jepang bisa dengan mudah dikalahkan rakyat pada tahun-tahun kemerdekaan.
Begitu juga dengan apa yang terjadi pada tahun 1998 dimana persatuan, kekompakan, dan keberanian yang dimiliki Mahasiswa dan Rakyat telah berhasil memaksa diktator Soeharto untuk mundur dari kursi kekuasaan dan berujung pada lahirnya REFORMASI.
Sekarang dijaman SBY-Kalla ini, rakyat baru berhasil merebut sedikit hak-haknya. Maksudnya hampir semua persoalan politik tidak sepenuhnya melibatkan partisipasi rakyat secara penuh. Rakyat hanya dilibatkan sebagai pendukung dan penonton yang selalu dikorbankan.
Memang pemilihan Presiden dan wakilnya, Gubernur dan Wakilnya, Walikota dan wakilnya, DPR, MPR, DPRD, dilakukan secara langsung. Namun semua itu hanyalah sogokan atas kemarahan Rakyat. Kemarahan rakyat muncul karena beban penderitaan ekonomi-politik dan sosial yang muncul karena ulah para elit bisnis dan politik.
Kemudian disaat para pejabat hendak menaikan harga BBM, menjual BUMN kepada pihak Asing dan melakukan Impor Beras, Protes yang dilakukan Rakyat dan Mahasiswa tidak didengar. Begitu juga ketika rakyat menuntut hak-hak kesejahteraan yang selama ini masih diabaikan. Pemerintahan SBY-Kalla cuma bisa menjawab dengan tutup mata, telinga dan hati.
Harus diakui kebangkrutan ekonomi yang sekarang ini sedang menimpa bangsa dan rakyat kecil, disebabkan karena perilaku pemerintah yang selalu tunduk dan patuh pada penjajah dari negeri-negeri Imperialis dan Kolonialis.
Pemerintah Amerika Serikat sebagai alat kaum pemodalnya, sedang berusaha mengembalikan negeri Indonesia pada kedudukan koloni seperti dijaman kolonialisme Belanda.
Kali ini alatnya bukan atau (belum) berupa Bedil dan Meriam tetapi hutang dan kontrol lewat IMF, Bank Dunia dan WTO. AS sendiri, begitu juga Jepang dan Eropa, sedang mengalami krisis. Ekonomi mereka semakin penuh dengan pertentangan, yang melahirkan pengangguran dan bangkrutnya berbagai perusahaan raksasa.
Dalam situasi seperti itu yang sudah berjalan dua puluh tahun lebih, untuk menyelamatkan kekayaan mereka yang tak terhingga, mereka memutuskan untuk memeras harta negeri-negeri dunia ketiga sebanyak-banyaknya, seperti Indonesia dan sebagaian besar negeri lain di Asia.
Dengan rakus, haus harta, pemerintah dan kaum pemodal AS, Eropa, Jepang, dan Australia membelenggu Indonesia dengan Hutang yang beratus-ratus miliar dollar. Hutang luar negeri Indonesia sekarang 150 Miliar US Dolar.
Sampai kiamat hutang ini tidak akan pernah bisa dibayar oleh Indonesia, sehingga pembayaran ribanya (bunga) juga melipat sampai hari kiamat. Dengan belenggu seperti ini, AS, Eropa, Jepang, dan Australia, melalui lembaga kaki tangan yang bernama IMF, Worl Bank, dan WTO memaksakan kekuasaan dan kontrol ekonominya terhadap negara dan rakyat Indonesia.
Jawaban atas persoalan diatas adalah, kita harus membangun organisasi dan partai kita sendiri. Kita harus merebut kembali hak-hak dan kedaulatan kita dari tangan elit-elit kita, dimana-mana, mereka sudah gagal. siapa yang bisa mungkir akan kebenaran ini.
Lihat saja sekeliling kita; kemiskinan, kesengsaraan, kerusakan alam, perang dan kelaparan. Yang membuat keadaan itu adalah yang berkuasa, bukan yang dikuasai. Sudah waktunya rakyat berkuasa sendiri. Sudah waktunya rakyat Indonesia berkuasa, melalui organisasi, partainya dan lembaganya sendiri.
Marlo Sitompul
(Ketua Umum Serikat Rakyat Miskin Indonesia )