SIKAP DAN POSISI POLITIK PILPRES 2009 :
HADANG CAPRES dan CAWAPRES PRO NEOLIBERALISME !
HADANG CAPRES dan CAWAPRES PRO NEOLIBERALISME !
Tiga pasangan Capres-Cawapres untuk Pemilu Presiden 2009 sudah final: Mega-Pro, SBY-Boediono, dan JK-Win. Di tengah hiruk-pikuk Pilpres ini, wacana neoliberalisme pun semakin menguat. Dapat dikatakan, ketiga pasangan capres-cawapres yang berlaga pada pemilu pilpres kali ini menolak bila dikaitkan dengan neoliberalisme atau dituduh sebagai penganut neoliberalisme.
Bahkan dua pasangan Capres-Cawapres yakni Mega-Pro dan JK-Win mengusung tema Ekonomi Kerakyatan dan Kemandirian Nasional sebagai sikap anti neoliberal melawan Capres incumbent SBY yang selama lima tahun terakhir menjalankan praktek neoliberal dalam pemerintahannya.
Situasi ini menunjukkan betapa neoliberalisme sebagai ideologi dan sistem ekonomi dianggap sebagai ancaman bagi kemajuan ekonomi bangsa dan rakyat Indonesia. Ancaman nyata neoliberalisme bagi kemajuan ekonomi bangsa dan rakyat Indonesia tentu saja adalah hancurnya daya produktif dan kreatif rakyat Indonesia sendiri yang seharusnya terus dijaga dan dimajukan oleh pemerintahan yang merdeka sejak Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia .
Neoliberalisme adalah bentuk penjajahan gaya baru yang mendesakkan mekanisme pasar bebas di setiap negara, termasuk Indonesia . Hal ini jelas berdampak buruk dalam persaingan yang tak seimbang di tengah mekanisme pasar yang berjalan. Misal, petani kita, tanpa perlindungan dan bantuan pemerintah (dalam meningkatkan produktivitas dan tentu saja ini berkaitan dengan teknologi pertanian), akan semakin terlibas oleh petani-petani modern dari belahan Eropa dan Amerika, bahkan dengan petani dari Vietnam saja, petani kita tak mampu bersaing.
Situasi ini menunjukkan betapa neoliberalisme sebagai ideologi dan sistem ekonomi dianggap sebagai ancaman bagi kemajuan ekonomi bangsa dan rakyat Indonesia. Ancaman nyata neoliberalisme bagi kemajuan ekonomi bangsa dan rakyat Indonesia tentu saja adalah hancurnya daya produktif dan kreatif rakyat Indonesia sendiri yang seharusnya terus dijaga dan dimajukan oleh pemerintahan yang merdeka sejak Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia .
Neoliberalisme adalah bentuk penjajahan gaya baru yang mendesakkan mekanisme pasar bebas di setiap negara, termasuk Indonesia . Hal ini jelas berdampak buruk dalam persaingan yang tak seimbang di tengah mekanisme pasar yang berjalan. Misal, petani kita, tanpa perlindungan dan bantuan pemerintah (dalam meningkatkan produktivitas dan tentu saja ini berkaitan dengan teknologi pertanian), akan semakin terlibas oleh petani-petani modern dari belahan Eropa dan Amerika, bahkan dengan petani dari Vietnam saja, petani kita tak mampu bersaing.
Akibat dari semua itu semakin terpuruk dan menangis di bawah serbuan beras impor. Dengan demikian jelas bahwa kebijakan pemerintah bila menyerahkan pada mekanisme pasar bebas (karena itulah disebut neoliberal) akan semakin menumpulkan daya produktif dan kreatif rakyatnya sendiri yang memang belum bangkit . Dengan begitu juga akan semakin merendahkan nilai tenaga kerja Indonesia dan tentu saja: menciptakan barisan penganggur yang semakin panjang.
Lantas dimanakah peran perlindungan negara (baca juga: pemerintah) dalam meningkatkan harkat dan martabat rakyatnya sebagai negara dan pemerintahan yang merdeka?
Kita memang tidak bisa menghindarkan diri dari pasar global saat ini. Semua negara bangsa saling membutuhkan. Akan tetapi tentu saja kita pun boleh berharap akan adanya pasar yang bersendikan solidaritas bukan pasar yang brutal, saling menyingkirkan dan menghancurkan kemampuan produktif dan kreatif suatu bangsa, yang akhirnya berarti juga sebagai tindakan genocide.
Apakah tata dunia baru yang kini sedang disusun dan dijalankan tak dapat berjalan di atas rel pasar yang bersendikan solidaritas? Bila itu yang terus berjalan, tak salah dan tak aneh bila terjadi pengelompokan di beberapa negara seperti yang terjadi di kawasan Amerika Latin untuk menolak pemaksaan mekanisme pasar bebas alias neoliberalisme.
Tampaknya nilai dan komitmen inilah yang seolah-olah tak surut pada ketiga pasangan capres-cawapres kita kali ini. Pasangan Capres-Cawapres SBY-Boediono mendeklarasikan diri di Kota Bandung yang mengingatkan pada dunia arti penting kota itu bagi harkat dan martabat bangsa-bangsa Asia, Afrika pun Amerika Latin yang baru lepas dari penjajahan kolonialisme.
Deklarasi Mega-Pro dilangsungkan di kawasan Bantar Gebang yang dikenal sebagai kawasan pembuangan akhir tempat rakyat kecil mengais-ngais hidup seakan menjanjikan suatu pemerintahan yang berkomitmen tinggi pada rakyat kecil. Sedangkan pasangan JK-Win, menyatakan tekad mereka di bawah perlindungan tokoh proklamasi kemerdekaan kita di Tugu Proklamasi.
Karenanya tampak juga bagaimana ketiga pasangan capres-cawapres ini seolah-olah menghadang musuh yang sama yakni neoliberalisme atau setidaknya berusaha tampil dihadapan rakyat bukan sebagai penganut neoliberal tulen.
Karena itu, sebagaimana juga sudah disampaikan banyak intelektual Indonesia yang jujur, kami menyatakan bahwa:
Karena itu, sebagaimana juga sudah disampaikan banyak intelektual Indonesia yang jujur, kami menyatakan bahwa:
- Saat ini Rakyat Indonesia nyata berada dalam cengkraman Neoliberalisme. Neoliberalisme seperti yang kita saksikan sehari-hari semakin nyata menyengsarakan rakyat. Praktek nyata komersialisasi di bidang kesehatan, pendidikan dan kekayaan alam Indonesia (yang seharusnya dapat digunakan untuk meningkatkan sumber daya bangsa) akhir-akhir ini adalah bukti cengkraman neoliberal di Indonesia. Semua tindakan neolib ini jelas bertentangan dengan cita-cita Proklamasi Kemerdekaan Agustus 1945 dan Tujuan nasional Indonesia seperti yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945: Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, Memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, serta Ikut melaksanakan ketertiban dunia.
- Akan tetapi momentum Pilpres ini tak akan kami tinggalkan. Medan Politik Pilpres 2009 adalah medan yang jelas bagi rakyat untuk melawan praktek neoliberalisme. Kami menilai bahwa Pasangan Sby-Boediono adalah penganut jalan neoliberal sebagaimana terbukti selama SBY menjabat sebagai Presiden. Karenanya kita harus bersatu mengalahkan Pasangan Neoliberal SBY-Boediono pada Pemilu Presiden 2009.
- Dengan begitu, tidak membiarkan rakyat berada di antara “Maling teriak Maling” tapi terus memperbesar kekuatan dan barisan rakyat dalam menghadang bahaya neoliberalisme dengan terus-menerus membangun kerja sama-kerja sama anti neoliberalisme.
- Untuk itu kami menyerukan kepada seluruh rakyat dan para patriotis negeri ini; buruh, petani, kaum miskin kota, intelektual, pekerja seni dan budaya, pun keluarga prajurit dan pengusaha nasional untuk bersatu menghadang neoliberalisme dengan Membentuk Koalisi Pemerintahan Nasional untuk Kemandirian Bangsa.
- Pemerintahan Koalisi Nasional untuk kemandirian Bangsa akan bekerja untuk rakyat dengan prinsip-prinsip yang berbeda sama sekali dengan neoliberalisme dengan didasarkan pada penghapusan hutang luar negeri yang selama ini membuat negeri tak berdaulat di bidang politik, pengelolaan kekayaan alam untuk kemakmuran dan kesejahteraan rakyat dan pembangunan serta penguatan industri nasional untuk meningkatkan potensi kreatif rakyat Indonesia sehingga tidak terjerumus dalam pengangguran.
Demikian sikap dan posisi politik ini kami buat, demi mengangkat bangsa ini menjadi bangsa mandiri. Cukup sudah jadi bangsa kuli, bangkit jadi bangsa mandiri!
Jakarta, 15 Juni 2009
MAKMURKAN RAKYAT DENGAN:
Hapus Utang Luar Negeri; Nasionalisasi Industri Pertambangan Asing;
Bangun Industri (Pabrik) Nasional!
DEWAN PIMPINAN WILAYAH SERIKAT RAKYAT MISKIN INDONESIA
( DPW – SRMI)
SUMATERA UTARA
Ketua,
Rahmad Dian Harahap, S.Pd