Oleh: Hendri Saparini
Tuntutan pengungkapan kasus Bank Century telah diawali oleh anggota DPR RI periode 2004–2009. Penelusuran kasus ini dilanjutkan dengan permintaan DPR dan KPK kepada BPK untuk mengaudit pengucuran dana talangan kepada Bank Century selama periode 2008–2009.
Akhirnya, berdasarkan laporan sementara BPK, anggota Dewan bersepakat memberikan rekomendasi kepada pemerintah agar memeriksa keputusan pengucuran dana kepada Bank Century karena diindikasikan terjadi pelampauan kewenangan oleh para pengambil kebijakan. Pengungkapan kasus Bank Century akhirnya mendapatkan dukungan luas dari publik seiring munculnya kasus Bibit-Chandra. Publik mulai paham kaitan kasus Bibit-Chandra dengan Bank Century serta pentingnya hak angket yang diajukan DPR.
Apalagi setelah beredarnya laporan final hasil investigasi BPK yang secara detail membeberkan fakta-fakta adanya pelampauan kewewenangan pejabat publik dalam pengucuran dana kepada Bank Century, gelombang dukungan publik sudah tidak terbendung. Temuan-temuan BPK dalam kasus Bank Century memang cukup luar biasa dengan ditunjukkan banyaknya lembaga negara yang tidak hati-hati dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya.
Bank Indonesia misalnya, dilaporkan telah mengubah dan merekayasa peraturannya sendiri agar Bank Century berhak mendapatkan fasilitas pembiayaan. Salah satu temuan pentingnya adalah ketidakhati-hatian Bank Indonesia dan Komite Stabilitas Sektor Keuangan (KSSK),yang diketuai oleh Menteri Keuangan dengan anggota Gubernur Bank Indonesia,dalam menetapkan Bank Century sebagai bank gagal yang bersifat sistemik. Padahal, keputusan KSSK yang menetapkan Bank Century harus diselamatkan karena memiliki efek domino bagi industri perbankan nasional memberikan konsekuensi besar, yakni kewajiban memberikan dana penyelamatan.
Akibat Krisis Global?
Setelah DPR menyatakan bahwa hasil pemeriksaan BPK terbuka bagi umum, Bank Indonesia dan Departemen Keuangan merasa perlu untuk melakukan bantahan bersama atas laporan BPK. Bank Indonesia dan Departemen Keuangan menilai BPK tidak mengungkap adanya ancaman dan ketidakpastian yang tinggi terkait dampak krisis keuangan global terhadap perekonomian nasional.
Padahal BPK telah memaparkan hal itu dalam laporannya. Alasan bahwa kasus Bank Century muncul akibat krisis keuangan global memang sulit diterima.Jika kasus Bank Century diakibatkan oleh krisis global, masalah yang dihadapi Bank Century seharusnya juga akan terjadi pada hampir seluruh bank seperti halnya terjadi pada saat krisis ekonomi tahun 1997/98. Pada saat itu hampir seluruh bank mengalami kesulitan likuiditas akibat pelarian dana ke luar negeri.Faktanya industri perbankan Indonesia tidak menunjukkan kondisi tengah mengalami tekanan akibat krisis global.
Bahkan laporan BPK menyebutkan pada akhir September 2008 posisi CAR bank umum berada di atas batas minimal, yakni 8%. Satusatunya bank yang CAR-nya di bawah 8% adalah Bank Century. Data Bank Indonesia juga menunjukkan bahwa CAR,NPL,aset, dana pihak ketiga (DPK), dan kredit perbankan mengalami peningkatan secara konsisten, bahkan sampai saat ini. Tambahan lagi,kesulitan likuiditas perbankan yang normal adalah kesulitan likuiditas akibat operasi bank sebagai lembaga intermediasi. Dana deposan yang biasanya berjangka pendek disalurkan dalam bentuk kredit jangka panjang, misalnya KPR.
Jika berlangsung kejadian luar biasa yang mengakibatkan sebagian besar deposan menarik dananya,bank-bank akan kesulitan likuiditas. Bila hal ini yang terjadi, kesulitan likuiditas tersebut layak sebagai salah satu alasan dalam pemberian bantuan pendanaan. Namun yang terjadi pada kasus Bank Century tidaklah demikian. Kesulitan likuiditas yang terjadi pada Bank Century bukan akibat pembiayaan kredit, tetapi akibat dirampok oleh atau melalui para pemilik bank.
Dengan demikian kesulitan likuiditas yang terjadi bukan karena adanya mismatch dalam pembiayaan kredit.Dengan kondisi ini,bila Bank Century diberi dana talangan, pemberian itu bukan dana talangan terhadap kredit, tetapi talangan terhadap kasus perampokan. Alasan krisis global juga sulit diterima karena menurut BPK,masalah di Bank Century sudah terjadi sejak 2004. Artinya Bank Century telah bermasalah jauh sebelum krisis keuangan global tahun 2008 terjadi.
Saat Bank Century merger misalnya,Bank Indonesia tidak menerapkan aturan dan persyaratan sebagaimana diatur dalam per-aturan Bank Indonesia. Bahkan sejak 2005–2008 Bank Century telah dibiarkan melakukan berbagai praktik perbankan tidak sehat yang melanggar UU No 10 Tahun 1998 dan UU No 7 Tahun 1992.BPK menyimpulkan praktik ini telah merugikan Bank Century sekurang-kurangnya sebesar Rp6,3 triliun yang pada akhirnya kerugian tersebut ditutup dengan dana PMS dari LPS.
Berdampak Sistemik?
Keputusan Bank Indonesia dan KSSK bahwa Bank Century adalah bank gagal yang bersifat sistemik juga sangat sulit diterima. Penutupan bank akan menciptakan efek domino bila bank tersebut memang memiliki linkage yang erat dengan industri perbankan, sektor riil, dan keuangan internasional.
Adapun Bank Century adalah bank yang perannya terhadap industri bank dan industri lain relatif kecil. Bahkan Bank Century dapat dikatakan sebagai “bank nol koma”. Dari sisi aset hanya 0,72%, DPK sebesar 0,68%, dan kredit sebesar 0,42%.Konon dalam rapat KSSK saat membahas dampak sistemik dari Bank Century, seorang peserta menganalogikan Bank Century sebagai BPR di luar Jawa untuk menunjukkan bahwa dampak penutupan Bank Century terhadap perbankan nasional tidak cukup signifikan.
Sangat sulit dipahami bila pada akhirnya Ketua KSSK tetap memutuskan Bank Century sebagai bank gagal bersifat sistemik hanya dengan memberikan bobot yang besar pada aspek psikologi pasar karena aspek-aspek lain tidak memiliki alasan cukup kuat. Memang pada awal krisis 2008 ada potensi risiko sistemik yang terjadi pada perbankan Indonesia. Namun, risiko sistemik tersebut meningkat justru akibat pilihan kebijakan pengetatan moneter oleh Gubernur Bank Indonesia Boediono dilaksanakan dengan kebijakan meningkatkan suku bunga, sesuai dengan nasihat IMF.
Risiko sistemik juga muncul dari sisi fiskal akibat kebijakan pengetatan fiskal atau perlambatan pengeluaran atau belanja pemerintah yang dilakukan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani. Langkah kebijakan inilah yang justru telah menciptakan risiko sistemik pada perbankan nasional. Mempertanyakan pilihan KSSK untuk memberikan talangan bagi Bank Century––bahkan dengan ongkos berapa pun sebagaimana pernah dinyatakan Ketua KSSK–– menjadi sangat beralasan.
Bank Century adalah kasus kriminal individu dari bank kecil yang pengaruhnya tidak akan signifikan terhadap industri perbankan. Semestinya yang dilakukan Bank Indonesia dan KSSK adalah menutup dan meyakinkan publik bahwa kasus Bank Century murni kasus kriminal dan tidak terkait dengan krisis global maupun kondisi makroekonomi dan perbankan nasional. Sayangnya, yang dilakukan KSSK justru sebaliknya karena alasan sistemik akan menjadi alasan paling tepat untuk mengucurkan dana.
Jangan Ada Rekayasa Baru
BPK menyimpulkan bahwa telah terjadi rekayasa hukum dan peraturan untuk mendukung penyelamatan Bank Century. Hal ini tentu tidak mengherankan karena terlalu lemah alasan untuk menyelamatkan Bank Century. Pemaksaan inilah yang kemudian mengharuskan Bank Indonesia, KSSK maupun LPS disimpulkan BPK melakukan berbagai pelanggaran.
Bank Indonesia misalnya, terpaksa mengubah PBI agar Bank Century layak mendapatkan fasilitas pendanaan jangka pendek (FPJP).Juga harus melanggar peraturan agar Bank Century mendapat dispensasi denda atas ketentuan posisi devisa neto (PDN). Rekayasa juga harus dilakukan LPS lewat perubahan PLPS agar Bank Century memperoleh tambahan dana, selain untuk meningkatkan CAR, juga untuk kebutuhan likuiditas lainnya. Rekayasa-rekayasa tersebut sudah sangat cukup meruntuhkan kredibilitas otoritas keuangan Indonesia.
Jangan sampai ada rekayasa baru seperti rekayasa dokumen untuk melempar tanggung jawab karena telah memutuskan kebijakan yang berpotensi melanggar UU dan peraturan. Jangan juga dilakukan rekayasa politik baik lewat panitia angket atau lembaga penegak hukum untuk menyelamatkan orangorang yang semestinya bertanggung jawab. Tujuan penuntasan kasus Bank Century adalah mengembalikan kredibilitas pemerintah.
Rekayasa tidak akan menuntaskan kasus dan bahkan akan semakin sulit mengembalikan kepercayaan publik. Bila itu terjadi, ongkos finansial, ekonomi maupun sosial politiknya menjadi sangat mahal.(*)