Kamis, 17 Desember 2009

1.018 Buruh Migran Tewas Sepanjang 2009

TEMPO Interaktif, Jakarta - Migrant Care memaparkan angka kematian buruh migran Indonesia mencapai 1.018 jiwa sepanjang tahun 2009.

"63 persennya (683 orang) meninggal di Malaysia," ujar Direktur Eksekutif Migrant Care Anis Hidayah dalam Peringatan Hari Buruh Sedunia di Hotel Sari Pan Pacific, Jakarta, Kamis (17/12)

Tak hanya kematian, ternyata angka kekerasan mencapai 2.878 orang hingga penghujung 2009. Data-data tersebut, menurut Anis, menunjukkan bahwa terjadi penurunan martabat bangsa Indonesia.

Dengan demikian, ia menegaskan, mutlak bagi pemerintah untuk meratifikasi Konvensi PBB tahun 1990 tentang Perlindungan Hak Buruh Migran dan Keluarganya. "Ratifikasi merupakan bentuk komitmen," jelasnya. Karena mandat konstitusi menunjukkan pemerintah wajib melindungi warga negaranya, tanpa kecuali buruh migran.

Fathonah (27 tahun), di kesempatan yang sama, mengatakan tenaga kerja yang sudah tiga tahun bekerja di Malaysia tidak mendapat gaji layak. Ia hanya mendapatkan Rp 10 juta dari haknya sebesar Rp 46 juta. "Saya sampai minta dicerai karena dikira jual diri. Saya mohon dibantu untuk mendapatkan gaji saya," ujarnya terisak-isak dalam testimoninya.

Sementara Duta Besar Indonesia untuk Malaysia Da'i Bachtiar mengatakan masalah gaji yang tidak dibayar masih menjadi permasalahan utama. "Bahkan saya menemukan masih ada pekerja yang enam tahun tidak dibayar," ujarnya.

Kedutaan, Da'i melanjutkan, meminta Malaysia lebih efektif untuk memanggil majikan yang menunggak upah. Meski pihaknya sudah berinisiatif memanggil majikan yang menunggak, tapi faktanya tidak semua bersedia.

Upaya kecil tersebut, kata Da'i, sudah berhasil menyelamatkan uang senilai Rp 3,5 miliar pada tahun 2009. Sepanjang tahun 2009 terdapat 172 kasus gaji dan 50 persennya berhasil diselesaikan. "Sisanya dibawa ke pengadilan," paparnya.

Perwakilan Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) Lotte Ketjer menyatakan Indonesia masih menganggap buruh migran sebagai jalan keluar terhadap masalah tenaga kerja dalam negeri. "Indikasinya terlihat dengan target pemerintah untuk buruh migran yang mencapai 1 juta orang per tahunnya," katanya dalam kesempatan yang sama.

Tapi, Lotte melanjutkan, ternyata target tersebut tidak diimbangi dengan hak mendapatkan pekerjaan yang layak. "Perlindungan dan akses informasi buruh migran sangat kurang," urainya.

Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar dalam sambutannya mengakui pemerintah belum optimal terhadap buruh migran. "Perlu optimalisasi lintas sektoral, perlu optimalisasi perwakilan di negara penempatan," jelasnya.

Peran pegawai perwakilan Indonesia di negara penempatan, selain untuk melayani, katanya, adalah untuk membuka pasar tenaga kerja dan mengawasi agen-agen yang "nakal" di luar negeri.

"Kami terus bekerja sama dengan Departemen Luar Negeri," tambahnya. Kerja sama dengan lintas sektoral ini diharapkan dapat mengurangi masalah pekerja migran di negara penempatan.

DIANING SARI

Sumber: Tempo interaktif


 

Berita SRMI.online Copyright © 2008 Designed by Dewan Pimpinan Nasional Serikat Rakyat Miskin Indonesia