Tolak Kenaikan Harga BBM & Laksanakan Pasal 33 UUD
1945
Untuk
Kedaulatan Energi
Keinginan
pemerintah untuk mencabut subsidi BBM terpenuhi sudah. Sekalipun
suara penolakan dari rakyat begitu besar, suara DPR
akhirnya menyetujui APBN-P 2013, yang berujung pada kenaikan harga BBM
Bersubsidi.
Seperti
biasanya, dalil penghematan menjadi alasan klasik pemerintah. Namun, APBN-P
yang ditetapkan justru naik dari Rp. 194 triliun menjadi
Rp. 210 triliun. Pencabutan subsidi BBM untuk menghemat anggaran sebesar Rp. 30
trilyun, tidak terbukti. Sebaliknya subsidi BBM bertambah Rp. 16 trilyun.
Kita tahu
yang membebani APBN bukan subsidi BBM, melainkan pembayaran utang yang melebihi
Rp 215 trilyun per tahun, belanja rutin (aparatus
negara) sebanyak
79 % APBN, korupsi selama
Pemerintahan SBY berkuasa sedikitnya Rp 103 triliun.
Ini berarti Pemerintah SBY-Budiono bohong besar, banyak alternatif penghematan
yang dapat dipakai pemerintah untuk tidak mencabut subsidi BBM, namun tidak dilakukan padahal pemerintah cukup menambah anggaran
sebesar Rp 48 trilyun.
Sejak SBY berkuasa, harga BBM naik sangat signifikan, yakni
dari Rp 1.810 (2005) menjadi Rp 5000 (2013). Dan sekarang ini kembali berusaha
menaikkan harga BBM menjadi Rp 6.500. Padahal, BBM menyangkut hajat hidup
rakyat banyak.
Selama tiga kali ganti Presiden (dari era BJ Habibie hingga Megawati) BBM hanya naik Rp 610, dari Rp 1.200 menjadi Rp 1.810. Namun,
sejak SBY berkuasa selama dua periode, harga BBM naik sebesar Rp 4.690.
Bisa disimpulkan: rezim SBY sangat sukses membawa harga BBM
naik berkali-kali lipat. Ini berkontradiksi dengan klaim SBY bahwa kebijakannya
pro-poor (kemiskinan), pro-job (penciptaan pekerjaan), dan pro-growth
(pertumbuhan).
Penggunaan BBM bersubsidi hanya
menguntungkan pemilik kendaraan pribadi (kaum kaya) merupakan akal-akalan pemerintah. Pemerintah tahu kalau BBM naik berdampak besar (multiplier effect) bagi prekonomian bangsa.
Kenaikan BBM sudah pasti membengkakkan biaya produksi dan distribusi. Harga barang dan
jasa naik tinggi. Hal ini akan menggerus daya beli rakyat dan upah buruh. Serta memukul
produktivitas nasional karena daya beli rakyat turun. Bahkan,
menurut Bank Indonesia kenaikan
harga BBM akan mendorong inflasi 7,76 persen sehingga berpotensi melemahkan
sendi perekonomian Indonesia.
Ironisnya, SBY berusaha menyogok rakyat dengan dana
kompensasi, seperti beras rakyat miskin, bantuan anak miskin, dan bantuan
langsung sementara masyarakat (BLSM). Kebijakan yang sama sekali tidak
produktif.
Di sini sebetulnya ada hal paradoks. Di satu sisi, rezim SBY
begitu agressif menghapus subsidi BBM, tetapi di sisi lain, rezim SBY
memberikan begitu banyak insentif bagi investor asing: keringanan pajak, pinjaman lunak, dll.
Dengan kebijakan menaikkan harga BBM berulangkali, rezim SBY
telah berhasil memenuhi tuntutan modal internasional untuk membawa harga BBM di
Indonesia sesuai dengan harga pasar dan menguntungkan
perusahaan-perusahaan asing.
Penghapusan subsidi BBM ini bertujuan meliberalisasi sektor hilir migas, yang sejak
lama didesakkan
oleh lembaga kerjasama ekonomi dunia (G-20 dan OECD) maupun lembaga perdagangan
dan keuangan dunia (WTO, Bank Dunia, IMF, dan ADB).
Dari data Memorandum of
Economic and Financial Policies-MEFP (IMF) terkuak bahwa
lembaga keuangan dunia seperti IMF dan Bank Dunia telah memaksa Pemerintah Indonesia untuk mengganti UU migasnya agar
lebih terbuka kepada pasar dan modal asing. Hasilnya lahirlah
kebijakan pro-asing: UU Nomor. 22 tahun 2001 tentang Migas.
Kebijakan liberalisasi migas atau yang disebut sebagai
praktek penjajahan kembali (neoliberalisme) ini, telah mendapat perlawanan
dari rakyat di berbagai daerah. Suara protes tersebut bukannya dijawab secara
ilmiah oleh Rezim SBY melainkan dengan kekerasan akibatnya ratusan mahasiswa
ditangkap dan puluhan tertembak dan luka-luka.
Untuk itu, kami menyerukan agar seluruh gerakan dan rakyat
kembali menyatukan barisan perlawanan dan menentang kenaikan BBM ala Rezim SBY.
Kami menuntut:
1.
Menolak Kenaikan BBM dan BLSM yang
telah ditetapkan pemerintah;
2.
Nasionalisasi perusahaan migas
asing untuk membangun kedaulatan energi nasional;
3.
Melaksanakan konstitusi UUD
1945 untuk kesejahteraan rakyat;
4.
Mengecam tindakan brutal
aparat keamanan dan menuntut pembebasan mahasiswa.
Demikian pernyataan
sikap ini di buat, atas
perhatian kami mengucapkan terima kasih.
Jakarta, 18 Juni 2013
“Bangun
Indonesia Yang Berdaulat, Mandiri dan Berkepribadian”
Mengetahui;
Serikat Rakyat Miskin Indonesia
Wahida B. Upa
Ketua Umum
|
Iskohar Bara Api
Sekretaris Jenderal
|