Rabu, 26 Juni 2013

Tolak Kenaikan Harga BBM & Laksanakan Pasal 33 UUD 1945



Pernyataan Sikap
Tolak Kenaikan Harga  BBM & Laksanakan Pasal 33 UUD 1945
Untuk Kedaulatan Energi
Keinginan pemerintah untuk mencabut subsidi BBM terpenuhi sudah. Sekalipun suara penolakan dari rakyat begitu besar, suara DPR akhirnya menyetujui APBN-P 2013, yang berujung pada kenaikan harga BBM Bersubsidi.
Seperti biasanya, dalil penghematan menjadi alasan klasik pemerintah. Namun, APBN-P yang ditetapkan justru naik dari Rp. 194 triliun menjadi Rp. 210 triliun. Pencabutan subsidi BBM untuk menghemat anggaran sebesar Rp. 30 trilyun, tidak terbukti. Sebaliknya subsidi BBM bertambah Rp. 16 trilyun.
Kita tahu yang membebani APBN bukan subsidi BBM, melainkan pembayaran utang yang melebihi Rp 215 trilyun per tahun, belanja rutin (aparatus negara) sebanyak 79 % APBN, korupsi selama Pemerintahan SBY berkuasa sedikitnya Rp 103 triliun.
Ini berarti Pemerintah SBY-Budiono bohong besar, banyak alternatif penghematan yang dapat dipakai pemerintah untuk tidak mencabut subsidi BBM, namun tidak dilakukan padahal pemerintah cukup menambah anggaran sebesar Rp 48 trilyun.
Sejak SBY berkuasa, harga BBM naik sangat signifikan, yakni dari Rp 1.810 (2005) menjadi Rp 5000 (2013). Dan sekarang ini kembali berusaha menaikkan harga BBM menjadi Rp 6.500. Padahal, BBM menyangkut hajat hidup rakyat banyak.
Selama tiga kali ganti Presiden (dari era BJ Habibie hingga Megawati) BBM hanya naik Rp 610, dari Rp 1.200 menjadi Rp 1.810. Namun, sejak SBY berkuasa selama dua periode, harga BBM naik sebesar Rp 4.690.
Bisa disimpulkan: rezim SBY sangat sukses membawa harga BBM naik berkali-kali lipat. Ini berkontradiksi dengan klaim SBY bahwa kebijakannya pro-poor (kemiskinan), pro-job (penciptaan pekerjaan), dan pro-growth (pertumbuhan).
Penggunaan BBM bersubsidi hanya menguntungkan pemilik kendaraan pribadi (kaum kaya) merupakan akal-akalan pemerintah. Pemerintah tahu kalau BBM naik berdampak besar (multiplier effect) bagi prekonomian bangsa.
Kenaikan BBM sudah pasti membengkakkan biaya produksi dan distribusi. Harga barang dan jasa naik tinggi. Hal ini akan menggerus daya beli rakyat dan upah buruh. Serta memukul produktivitas nasional karena daya beli rakyat turun. Bahkan, menurut Bank Indonesia kenaikan harga BBM akan mendorong inflasi 7,76 persen sehingga berpotensi melemahkan sendi perekonomian Indonesia.
Ironisnya, SBY berusaha menyogok rakyat dengan dana kompensasi, seperti beras rakyat miskin, bantuan anak miskin, dan bantuan langsung sementara masyarakat (BLSM). Kebijakan yang sama sekali tidak produktif.
Di sini sebetulnya ada hal paradoks. Di satu sisi, rezim SBY begitu agressif menghapus subsidi BBM, tetapi di sisi lain, rezim SBY memberikan begitu banyak insentif bagi investor asing: keringanan pajak, pinjaman lunak, dll.
Dengan kebijakan menaikkan harga BBM berulangkali, rezim SBY telah berhasil memenuhi tuntutan modal internasional untuk membawa harga BBM di Indonesia sesuai dengan harga pasar dan menguntungkan perusahaan-perusahaan asing.
Penghapusan subsidi BBM ini bertujuan  meliberalisasi sektor hilir migas, yang sejak lama didesakkan oleh lembaga kerjasama ekonomi dunia (G-20 dan OECD) maupun lembaga perdagangan dan keuangan dunia (WTO, Bank Dunia, IMF, dan ADB).
Dari data Memorandum of Economic and Financial Policies-MEFP (IMF) terkuak bahwa lembaga keuangan dunia seperti IMF dan Bank Dunia telah memaksa Pemerintah Indonesia untuk mengganti UU migasnya agar lebih terbuka kepada pasar dan modal asing. Hasilnya lahirlah kebijakan pro-asing: UU Nomor. 22 tahun 2001 tentang Migas.
Kebijakan liberalisasi migas atau yang disebut sebagai praktek penjajahan kembali (neoliberalisme) ini, telah mendapat perlawanan dari rakyat di berbagai daerah. Suara protes tersebut bukannya dijawab secara ilmiah oleh Rezim SBY melainkan dengan kekerasan akibatnya ratusan mahasiswa ditangkap dan puluhan tertembak dan luka-luka.
Untuk itu, kami menyerukan agar seluruh gerakan dan rakyat kembali menyatukan barisan perlawanan dan menentang kenaikan BBM ala Rezim SBY. Kami menuntut:
1.      Menolak Kenaikan BBM dan BLSM yang telah ditetapkan pemerintah;
2.      Nasionalisasi perusahaan migas asing untuk membangun kedaulatan energi nasional;
3.      Melaksanakan konstitusi UUD 1945 untuk kesejahteraan rakyat;
4.      Mengecam tindakan brutal aparat keamanan dan menuntut pembebasan mahasiswa.
Demikian pernyataan sikap ini di buat, atas perhatian kami mengucapkan terima kasih.
Jakarta, 18 Juni 2013
“Bangun Indonesia Yang Berdaulat, Mandiri dan Berkepribadian”
Mengetahui;
Serikat Rakyat Miskin Indonesia



Wahida B. Upa
Ketua Umum
Iskohar Bara Api
Sekretaris Jenderal



 

Berita SRMI.online Copyright © 2008 Designed by Dewan Pimpinan Nasional Serikat Rakyat Miskin Indonesia