PT Aceh Asean Feltilizer (AAF) merupakan salah satu perusahaan terbesar di Aceh yang terbengkalai akibat efek konflik bersenjata dan kurangnya pasokan gas oleh Exxon Mobil serta berimbas terhentinya produksi perusahaan penghasil pupuk butiran ini. Untuk menghidupkan kembali perusahaan ini dibutuhkan biaya yang sangat besar, banyak pihak mengatakan kebijakan untuk menjual PT AAF kepada investor merupakan salah satu alternative untuk menghidupkan kembali perusahaan ini. padahal ini nantinya akan merugikan Rakyat Aceh nantinya, sebab saham sudah dimiliki penuh oleh pemodal, efeknya harga pupuk akan dapat dimonopoli oleh perusahaan tanpa disubsidi oleh pemerintah. seharusnya pemerintah tidak harus menjual sepenuhnya saham PT AAF, tetapi harus ada saham Pemerintah 55 % dan pemodal 45%. Namun PT AAF kembali terbengkalai akibat proses jual beli yang terus berlarut-larut, padahal investor sudah berniat membeli perusahaan PT AAF, hal ini dikarenakan lambatnya pengurusan perpanjangan sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) perusahaan di Badan Pertanahan Nasional (BPN) pusat sejak Juli 2008, sehingga proses jual beli kepada investor terhenti secara hukum sampai sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) diperpanjang oleh BPN Pusat.
Sangat kita sesalkan Pemerintah Kabupaten Aceh Utara maupun Pemerintah Aceh sepertinya tidak lagi memprioritaskan proses penyelesaian penjualan atas pengalihan dan serah terima PT Aceh Asean Feltilizer (AAF) dari pihak likuidator kepada pembeli yaitu PT Bumi Persada Lestari (BPL), yang hingga kini belum tuntas. Padahal sebelumnya Pemerintah Aceh dan Pemerintah Daerah Kabupaten Aceh Utara begitu gencar mencari investor. Disamping itu kami juga sangat menyesalkan kinerja tim likuidator yang diketuai oleh sofyan dawod ini, seharusnya tim ini juga harus menjemput bola serta berperan aktif dalam menyelesaikan proses jual beli PT AAF, bukan menunggu bola atas pengeluaran sertifikat perpanjangan HGB oleh BPN Pusat.
Dan juga Seharusnya Pemerintah Lokal baik ditingkat Pemerintah Daerah Kabupaten Aceh Utara maupun Pemerintah Aceh saat ini harus segera mendesak Badan Pertanahan Nasional (BPN) Pusat agar segera mengeluarkan sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) secepatnya, mengingat proses ini sudah lama berlarut-larut serta merugikan PT AAF yang saat ini terus mengeluarkan dana untuk berbagai biaya, termasuk biaya pengamanan dan perawatan asset yang tidak berproduksi. Seperti kita ketahui, selama empat tahun PT AAF berhenti berproduksi hingga saat ini terpaksa melakukan Hutang terhadap PT Pupuk Sriwijaya yang sudah mencapai nominal Rp 200 Milyar untuk membayar pesangon para karyawan, honorium 100 tenaga pengamanan (security), operasional bagi tim likuiditor, biaya air dan listrik serta pemeliharaan asset.
Sehingga, Kami dari Solidaritas Mahasiswa Untuk Rakyat – SMUR : Meminta BPN Pusat agar segera mengeluarkan sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) PT AAF, mengingat saat ini asset PT AAF masih layak sehingga tidak ada alasan memperlambat dalam mengeluarkan perpanjangan sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB). Dan kami juga meminta kepada Pemerintah Aceh dan Pemerintah Kabupaten Aceh Utara untuk segera mendesak Badan Pertanahan Nasional (BPN) Pusat untuk secepatnya mengeluarkan perpanjangan sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB), agar proses pengalihan dan serah terima PT AAF kepada investor atas PT Bumi Persada Lestari segera tuntas. Sehingga kalau PT AAF sudah beralih ke tangan pembeli maka akan kembali aktif beroperasi, maka akan terbukanya lapangan kerja dan dapat menyerap angka pengangguran khususnya di Kabupaten Aceh Utara (data BPS pengangguran 46.569 jiwa, serta nantinya juga dapat menekan angka kemiskinan di Kabupaten Aceh Utara.
Pemerintah jangan menutup mata dalam persoalan ini, masyarakat sudah sangat menderita dengan keterpurukan ekonomi nya. Setidaknya ketika perusahaan ini berproduksi maka akan sangat berguna bagi Rakyat khususnya masyarakat kabupaten Aceh Utara.
Kontributur Berita SRMI.Online Wilayah Aceh
Sangat kita sesalkan Pemerintah Kabupaten Aceh Utara maupun Pemerintah Aceh sepertinya tidak lagi memprioritaskan proses penyelesaian penjualan atas pengalihan dan serah terima PT Aceh Asean Feltilizer (AAF) dari pihak likuidator kepada pembeli yaitu PT Bumi Persada Lestari (BPL), yang hingga kini belum tuntas. Padahal sebelumnya Pemerintah Aceh dan Pemerintah Daerah Kabupaten Aceh Utara begitu gencar mencari investor. Disamping itu kami juga sangat menyesalkan kinerja tim likuidator yang diketuai oleh sofyan dawod ini, seharusnya tim ini juga harus menjemput bola serta berperan aktif dalam menyelesaikan proses jual beli PT AAF, bukan menunggu bola atas pengeluaran sertifikat perpanjangan HGB oleh BPN Pusat.
Dan juga Seharusnya Pemerintah Lokal baik ditingkat Pemerintah Daerah Kabupaten Aceh Utara maupun Pemerintah Aceh saat ini harus segera mendesak Badan Pertanahan Nasional (BPN) Pusat agar segera mengeluarkan sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) secepatnya, mengingat proses ini sudah lama berlarut-larut serta merugikan PT AAF yang saat ini terus mengeluarkan dana untuk berbagai biaya, termasuk biaya pengamanan dan perawatan asset yang tidak berproduksi. Seperti kita ketahui, selama empat tahun PT AAF berhenti berproduksi hingga saat ini terpaksa melakukan Hutang terhadap PT Pupuk Sriwijaya yang sudah mencapai nominal Rp 200 Milyar untuk membayar pesangon para karyawan, honorium 100 tenaga pengamanan (security), operasional bagi tim likuiditor, biaya air dan listrik serta pemeliharaan asset.
Sehingga, Kami dari Solidaritas Mahasiswa Untuk Rakyat – SMUR : Meminta BPN Pusat agar segera mengeluarkan sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) PT AAF, mengingat saat ini asset PT AAF masih layak sehingga tidak ada alasan memperlambat dalam mengeluarkan perpanjangan sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB). Dan kami juga meminta kepada Pemerintah Aceh dan Pemerintah Kabupaten Aceh Utara untuk segera mendesak Badan Pertanahan Nasional (BPN) Pusat untuk secepatnya mengeluarkan perpanjangan sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB), agar proses pengalihan dan serah terima PT AAF kepada investor atas PT Bumi Persada Lestari segera tuntas. Sehingga kalau PT AAF sudah beralih ke tangan pembeli maka akan kembali aktif beroperasi, maka akan terbukanya lapangan kerja dan dapat menyerap angka pengangguran khususnya di Kabupaten Aceh Utara (data BPS pengangguran 46.569 jiwa, serta nantinya juga dapat menekan angka kemiskinan di Kabupaten Aceh Utara.
Pemerintah jangan menutup mata dalam persoalan ini, masyarakat sudah sangat menderita dengan keterpurukan ekonomi nya. Setidaknya ketika perusahaan ini berproduksi maka akan sangat berguna bagi Rakyat khususnya masyarakat kabupaten Aceh Utara.
Kontributur Berita SRMI.Online Wilayah Aceh