Dewan Pimpinan Kota Serikat Rakyat Miskin Kota (DPK-SRMK) Yogyakarta, Kamis (28/10) kemarin menggelar aksi unjuk rasa di berbagai ruas jalan jantung Kota Yogyakarta.
Pada intinya mereka menuntut agar pemerintah menyediakan lapangan kerja, tidak melakukan penggusuran, dan tidak ada kenaikan harga.
Tuntutan itu disampaikan sesuai dengan janji SBY ketika berkampanye sebagai calon presiden dan wakil presiden beberapa bulan lalu. Bersamaan dengan itu, DPK-SRMK Yogyakarta kini menagih janji kepada pemerintah. Jangan hanya diam, tapi harus bisa memenuhi janji.
Aksi bertema ''Bersatu dan Berjuang Bersama untuk Demokrasi dan Kesejahteraan'' itu dimulai pukul 10.30 WIB. Dari Teteg Kereta Api mereka berjalan kaki ke selatan menuju Jalan Malioboro.
Aksi itu membuat arus lalu lintas di jalan jantung kota macet. Namun, berkat kesigapan petugas jalan bisa kembali normal meski pengguna jalan harus berhati-hati dan sabar.
Para pengunjuk rasa selain membawa spanduk merah, juga membawa miniatur yang melambangkan kediktatoran bangsa-bangsa maju terhadap negara-negara berkembang. Kondisi itu membuat negara berkembang kesulitan.
Sebagian pengunjuk rasa juga menggelar happening art dengan bertelanjang dada. Aksi tersebut mengundang perhatian warga Yogyakarta, setelah melihat sebentar kemudian mereka kembali melanjutkan aktivitas semula.
Sesampai di DPRD DIY Jalan Malioboro, pengunjuk rasa berhenti sejenak. Di tempat itu mereka menggelar orasi sambil bernyanyi-nyanyi dan berjoget. Suasana semacam itu menjadi hiburan tersendiri bagi masyarakat yang menonton aksi tersebut.
Dalam orasinya Ketua Dewan Pimpinan Kota (DPK) Joko Budiyanto menuntut agar pemerintahan SBY dan Kalla menyediakan lapangan kerja bagi 42 juta penganggur di Indonesia serta tidak melakukan penggusuran-penggusuran jika tidak ada tempat pengganti yang layak dan manusiawi.
Selain itu, pemerintah harus menjamin tidak ada kenaikan harga, adanya pendidikan murah, ilmiah dan demokratis, kesehatan gratis bagi rakyat miskin, menyita harta koruptor dari zaman orde baru sampai rezim Mega-Hamzah dan mengadilinya di depan rakyat, demokratisasi dan jaminan hukum dalam berekspresi, berpendapat, dan berorganisasi.
Setelah puas berorasi, mereka melanjutkan perjalanan menuju perempatan Kantor Pos Besar. Di tempat itu mereka kembali meggelar orasi sambil membagi-bagikan selebaran dan pernyataan sikap yang berinti minta agar pemerintahan SBY dan Kalla segera membuka lapangan kerja dan memberikan pendidikan murah serta menyeret para koruptor ke meja hijau. (Berita SRMI.online)
Pada intinya mereka menuntut agar pemerintah menyediakan lapangan kerja, tidak melakukan penggusuran, dan tidak ada kenaikan harga.
Tuntutan itu disampaikan sesuai dengan janji SBY ketika berkampanye sebagai calon presiden dan wakil presiden beberapa bulan lalu. Bersamaan dengan itu, DPK-SRMK Yogyakarta kini menagih janji kepada pemerintah. Jangan hanya diam, tapi harus bisa memenuhi janji.
Aksi bertema ''Bersatu dan Berjuang Bersama untuk Demokrasi dan Kesejahteraan'' itu dimulai pukul 10.30 WIB. Dari Teteg Kereta Api mereka berjalan kaki ke selatan menuju Jalan Malioboro.
Aksi itu membuat arus lalu lintas di jalan jantung kota macet. Namun, berkat kesigapan petugas jalan bisa kembali normal meski pengguna jalan harus berhati-hati dan sabar.
Para pengunjuk rasa selain membawa spanduk merah, juga membawa miniatur yang melambangkan kediktatoran bangsa-bangsa maju terhadap negara-negara berkembang. Kondisi itu membuat negara berkembang kesulitan.
Sebagian pengunjuk rasa juga menggelar happening art dengan bertelanjang dada. Aksi tersebut mengundang perhatian warga Yogyakarta, setelah melihat sebentar kemudian mereka kembali melanjutkan aktivitas semula.
Sesampai di DPRD DIY Jalan Malioboro, pengunjuk rasa berhenti sejenak. Di tempat itu mereka menggelar orasi sambil bernyanyi-nyanyi dan berjoget. Suasana semacam itu menjadi hiburan tersendiri bagi masyarakat yang menonton aksi tersebut.
Dalam orasinya Ketua Dewan Pimpinan Kota (DPK) Joko Budiyanto menuntut agar pemerintahan SBY dan Kalla menyediakan lapangan kerja bagi 42 juta penganggur di Indonesia serta tidak melakukan penggusuran-penggusuran jika tidak ada tempat pengganti yang layak dan manusiawi.
Selain itu, pemerintah harus menjamin tidak ada kenaikan harga, adanya pendidikan murah, ilmiah dan demokratis, kesehatan gratis bagi rakyat miskin, menyita harta koruptor dari zaman orde baru sampai rezim Mega-Hamzah dan mengadilinya di depan rakyat, demokratisasi dan jaminan hukum dalam berekspresi, berpendapat, dan berorganisasi.
Setelah puas berorasi, mereka melanjutkan perjalanan menuju perempatan Kantor Pos Besar. Di tempat itu mereka kembali meggelar orasi sambil membagi-bagikan selebaran dan pernyataan sikap yang berinti minta agar pemerintahan SBY dan Kalla segera membuka lapangan kerja dan memberikan pendidikan murah serta menyeret para koruptor ke meja hijau. (Berita SRMI.online)